Bisnis.com, SEMARANG - Pasokan bahan baku untuk industri makanan di Jawa Tengah masih terjaga, meski secara neto impor barang makanan hingga 20 April 2020 mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan April 2019.
Data Kantor Pengawasan & Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Emas menunjukkan impor bahan makanan per 20 April 2020 mencapai 91.000 ton atau mengalami penyusutan sebanyak 14.000 ton secara year on year.
Meskipun demikian, jika dilihat dari nilai devisa yang dihasikan, total devisa impor yang tercatat di KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas justru mengalami kenaikan dari Rp916 miliar (April 2019) menjadi Rp1,09 triliun per 20 April 2020.
Kepala KPPBC Tipe Madya Pebean Tanjung Emas Anton Martin mengatakan dengan melihat data - data tersebut, impor bahan makanan di Pelabuhan Tanjung Emas relatif masih normal. Apalagi, sejauh ini pasokan untuk aktivitas produksi sejumlah pabrik juga tidak terganggu.
"Selain gula, yang biasanya normal masuk melalui Tanjung Emas diolah oleh perusahaan industri (pabrikan) misalnya kedelai, sereal, hingga kacang tanah," kata Anton kepada Bisnis, Rabu (29/4/2020).
Adapun, data Bea Cukai juga gyla masih menjadi komoditas yang memilki nilai impor terbesar dalam kurun Januari - 24 April 2020. Nilai impor gula waktu itu sebanyak Rp1,06 triliun.
Baca Juga
Komoditas lain yang juga memiliki nilai impor besar lainnya di antaranya kedelai Rp712, 4 miliar, serealia Rp489,6 miliar, pangan olahan (non gula) senilai Rp441,5 miliar, kacang tanah Rp345,6 miliar, & susu Rp283,3 miliar.
Anton menjelaskan bahan makanan yang diimpor selain untuk kebutuhan konsumsi juga diserap oleh pabrikan di Jateng. Kedelai misalnya, biasanya diolah menjadi produk makanan oleh FKS Multi Agro dan pakan ternak oleh Charoen Pokphand.
Sementara itu, sereallia diolah lebih lanjut oleh Sriboga Flour Mill, pangan olahan oleh Sarihusada Generasi Mahardhika sebagai bahan baku produk susu, & kacang tanah untuk oleh Dua Kelinci.
"[Pasokan] masih normal, tren global juga masih normal," ungkapnya.