Bisnis.com, JOGJA - Penemuan kasus positif covid-19 di DIY terus bertambah dalam beberapa pekan terakhir, bisa sampai 50 kasus per hari. Tenaga Kesehatan pun harus bekerja ekstra menangani pasien yang kian memenuhi tempat perawatan. Begini kisahnya.
Suatu pagi, Dul memacu motornya menembus lalu lintas sepanjang Sonosewu, Ngestiharjo, Kasihan hingga Dawetan, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul. Dari kosnya menuju Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 (RSLKC) Bantul. Jam 08.00 WIB ia harus sudah sampai tujuan, karena hari itu ia masuk sif pagi.
Pemuda bernama lengkap Ngakoid Datul Ngawam ini telah lima bulan bekerja sebagai perawat umum di RSLKC Bantul, terhitung sejak pertama kali fasilitas kesehatan tersebut dibuka pada Mei lalu. Ia merupakan satu dari 46 perawat yang setiap hari bertugas menangani pasien covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang.
Sampai di RSLKC, ia masuk ke Gedung non infeksius lalu mengganti baju yang ia kenakan dengan seragam kerja. Aktivitas dimulai dengan apel untuk koordinasi apa saja yang hendak dilakukan selama delapan jam kedepan. Setelah perencanaan selesai disusun, dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) ia dan beberapa rekannya bergeser ke Gedung infeksisus dan memasuk ke bangsal tempatnya bertugas.
Beberapa hal yang dikerjakan di bangsal diantaranya dokumentasi, menyiapkan obat, mengganti linen pasien, baju pasien, dan lainnya. “Linen pasien harus diganti dua kali sekali. Baju pasien juga harus dari kita agar mencucinya sesuai standar dan meminimalisir infeksi,” ujarnya, Selasa (15/9/2020).
Bangsal tempatnya bertugas dijaga oleh dua sampai tiga perawat dalam satu shift. Bagiannya adalah bangsal atas, yang memiliki kapasitas 27 bed. Sementara bangsal bawah berkapasitas 22 bed. Ia mengakui, setidaknya dalam satu bulan terakhir, bangsalnya selalu penuh, sehingga para nakes pun harus bekerja lebih keras.
Banyaknya pasien dan pekerjaan berpengaruh pada lamanya perawat berada di bangsal dengan terus menggunakan APD. Jika pada kondisi normal perawat menggunakan APD sekitar dua sampai tiga jam, pada situasi sibuk mereka bisa menggunakan APD hingga lima jam.
Meski demikian, ia memastikan setiap nakes di RSLKC bekerja sesuai standar yang telah ditetapkan. Menurutnya, manajemen RSLKC sangat disiplin dan tidak membiarkan para nakes bekerja berlebihan hingga akhirnya mempengaruhi kondisi kesehatan nakes itu sendiri.
“Di RSLKC tertib karena dari Pemda sudah sejak awal menyiapkan banyak sekali tenaga. Untuk melawan covid-19 itu sudah cukup maksimal. Memang ketika pasien banyak kita juga harus bekerja ekstra, tugasnya sangat banyak. Tapi karena manajemennya sudah bagus tetap kepegang semua, nggak ada perawat yang sampai pingsan atau dobel shift,” ungkapnya.
Karena pasien yang dirawat di RSLKC semuanya bergejala ringan sampai sedang, maka perawat tidak perlu standby di bangsal setiap saat. Meski demikian, di setiap ruangan disediakan telfon dan CCTV sehingga setiap pasien tetap terpantau dan bisa melaporkan jika terjadi kondisi darurat setiap saat.
Baca Juga : Deretan Korban Dangdutan Wakil Ketua DPRD Tegal |
---|
Sering Mandi
Sedangkan jika terdapat pasien yang kondisinya memburuk hingga bergejala berat, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit rujukan covid-19 di Bantul. RSLKC juga menerima rujukan pasien dari dua selter di Bantul yang hanya menangani pasien tak bergejala.
Selain manajemen kerja yang tertib, RSLKC juga menerapkan protokol kesehatan ketat untuk melindungi semua petugas baik nakes maupun non nakes agar tidak terpapar covid-19. Dengan ketatanya protokol kesehatan ini, RSLKC kata dia, menjadi fasilitas Kesehatan dengan jumlah nakes positif covid-19 paling sedikit se-Bantul.
“Dulu pernah ada dua [nakes positif], tapi tidak menular ke petugas lainnya. Dari situ juga dievaluasi penerapan prosedur keamanannya,” ujarnya.
Ia menuturkan bekerja di RSLKC membuatnya lebih sering mandi, bisa sampai empat kali dalam sehari, yakni saat berangkat, melepas APD, mengganti seragam kerja dan sampai rumah mandi lagi. Dengan prosedur ketat ini, setiap nakes tidak perlu khawatir untuk menjalani kehidupan sosialnya, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Meski demikian, untuk nakes yang tidak sempat atau masih khawatir membawa virus kerumah, di kompleks RSLKC juga disediakan mess khusus petugas. Selain itu baik di Gedung infeksius maupun non infeksius juga disediakan tempat istirahat sehingga bisa untuk beristirahat sejenak bagi nakes di sela pekerjaannya.
Semua perawat di RSLKC mengenakan APD dengan berbagai gambar di bagian apronnya. Selain untuk memberi semangat pada para nakes, gambar-gambar ini juga sangat berguna untuk menghibur para pasien. Kondisi psikologis menjadi sangat penting bagi imun pasien dan mempengaruhi pula kesembuhannya.
Pasien covid-19 kata dia, selain menanggung beban penyakit fisik juga beban psikologis. Di samping karena ia harus diisolasi di suatu tempat yang asing, stigma masyarakat juga membuat mentalnya semakin tertekan. Tak heran jika beberapa waktu lalu ada satu pasien covid-19 di Jakarta memilih mengakhiri hidupnya dengan melompat dari Tower VII RSD Wisma Atlet.
Di tempatnya bekerja, Dul juga menemui hampir semua pasien tertekan, baik karena tidak mau menerima ia positif covid-19, tidak mau diisolasi, maupun karena adanya tekanan dari stigma masyarakat di lingkungannya. “Nakes sering menjadi sasaran kemarahan pasien. Tapi kami memahami itu sebuah proses. Fase awal pasien berada pada posisi denial,” ungkapnya.
Selain bimbingan konseling dari psikolog setiap sore, perawat juga berperan untuk menjaga kondisi psikologis pasien. Perawat sering mengajak ngobrol para pasien baik secara langsung maupun melalui telfon. Karena kedekatan ini, ikatan antar pasien dengan perawat atau pasien dengan pasien lainnya pun timbul.
Ia menceritakan ada satu pasien yang kini telah sembuh, pernah menjanjikan akan mentraktir semua nakes di warung makan yang hendak pasien ini buka dalam waktu dekat. “Ada yang mengajak foto bareng, follow Instagram saya. Ada pula pasien mahasiswa yang tidak mau pulang karena katanya di situ enak, wifi kenceng dan makanan terjamin,” katanya.
Menurutnya, momen paling membahagiakan adalah ketika memulangkan pasien. Ia pun menunjukkan foto salah satu pasien yang telah sembuh dan siap pulang sedang bersujud di halaman. Sampai saat ini RSLKC telah merawat total lebih dari 600 pasien, dengan yang sembuh di RSLKC sebanyak 249 pasien, sementara sisanya dirujuk di fasilitas Kesehatan lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembayun, mengatakan saat ini dari 27 rumah sakit rujukan covid-19 di DIY, tersedia sebanyak 48 bed kritikal dan 404 bed non kritikal. Berdasarkan pedoman revisi lima, pasien positif tanpa gejala dirawat tidak di rumah sakit rujukan melainkan rumah sakit lapangan, selter atau rumah jika memungkinkan.
“Kalau bisa isolasi di rumah lebih baik. Kami mengimbau kabupaten dan kota memiliki selter. Perawatan di rumah sakit menghabiskan sumber daya baik nakes, logistik maupun APD. Di samping itu kami dorong masyarakat lebih aware lagi tidak hanya memakai masker, tapi juga cuci tangan dan jaga jarak,” ujarnya.