Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Jateng Syariah Jaga Rasio Pembiayaan Bermasalah Rendah, Ini Strateginya

Rasio NPF Bank Jateng Syariah berada di angka 0,09 persen.
Kantor Bank Jateng/bankjateng.co.id
Kantor Bank Jateng/bankjateng.co.id

Bisnis.com, SEMARANG - Kinerja bank daerah tak selamanya tertinggal jauh oleh bank-bank umum. Hal tersebut dibuktikan oleh rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) Bank Jateng Syariah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pada Juni lalu, NPF bank umum syariah di Indonesia berada di angka 3,25 persen. Meskipun demikian, Bank Jateng Syariah mampu mencatatkan kinerja yang lebih baik lagi.

“Sampai hari ini, rasio NPF kami masih sangat kecil. Tepatnya di angka 0,09 persen,” jelas Slamet Sulistiono, Kepala Divisi Syariah Bank Jateng, Senin (13/9/2021).

Kepada Bisnis, Slamet mengungkapkan bahwa ada beberapa strategi yang dilakukan untuk menjaga kinerja positif tersebut. Salah satunya adalah dengan menerapkan restricted strategy kepada calon nasabah perkreditan.

“Kami menerbitkan secara rutin guidance atau panduan untuk hanya fokus ke sektor-sektor [usaha] tertentu. Ada sekitar 16-17 sektor. Itu kita pilah tergantung peruntukan dan plafonnya. Ini hasil riset dan analisis kami dari Kantor Pusat bahwa belum semua sektor ekonomi tumbuh dengan baik [akibat dampak pandemi Covid-10. Sehingga salah satu mitigasi kami untuk mencegah NPF adalah pemilihan sektor. Karena tidak semuanya bagus, apalagi di masa seperti ini,” jelas Slamet.

Meskipun demikian, Slamet tidak menutup mata pada sektor-sektor lain yang berada di luar jangkauannya. Tak jarang, kantor cabang Bank Jateng Syariah di daerah-daerah mengajukan sektor-sektor yang prospektif, namun tidak masuk dalam daftar rekomendasi tersebut.

Tim khusus memang disiapkan Bank Jateng Syariah untuk menawarkan produk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ada 59 orang yang disebar ke berbagai wilayah di Jawa Tengah. Selain untuk menjaring calon nasabah, tim khusus tersebut juga bertugas untuk mengamati sektor-sektor usaha yang sedang tumbuh di daerah tersebut.

“Kalau ada sektor yang tidak masuk daftar, tapi cabang yang bersangkutan yakin akan kinerja sektor usaha itu, maka mereka akan mengajukan permohonan khusus. Nanti akan kita minta argumentasinya, kinerjanya sebetulnya seperti apa,” jelas Slamet.

Slamet menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil berdasarkan evaluasi dan pengamatan dari bank-bank lain yang lebih besar.

“Ternyata salah satu kata kuncinya adalah Risk Accepted Criteria [RAC] itu nomor satu. Kami lihat pusat menerapkan RAC seperti apa, sehingga nanti tugas unit kerja adalah bagaimana memilih nasabah dengan tepat, bukan justru membebaskan,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper