Bisnis.com, SOLO - Aksi kekerasan jalanan atau biasa disebut klitih di Yogyakarta menjadi sorotan publik.
Aksi yang biasa dilakukan oleh remaja usia SMP maupun SMA itu diketahui sudah lama terjadi dan sangat meresahkan masyarakat.
Menurut sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto, klitih sendiri sebenarnya memiliki makna positif. Karena dalam bahasa Jawa, klitih memiliki arti kegiatan di luar rumah untuk mengisi waktu luang.
Hanya saja, makna klitih kemudian menjadi menyimpang karena dalam mengisi waktu luang itu justru digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan di jalanan.
Saat ini makna klitih dimaknai sebagai aksi kejahatan yang kebanyakan dilakukan remaja di jalanan pada malam hari.
Baca Juga
Gambaran dari klitih adalah aksi penyiletan terhadap orang lain. Biasanya pelaku klitih adalah sekelompok geng yang berusaha menyerang lawannya. Tetapi bisa juga menyasar masyarakat umum yang sama sekali tidak dikenal oleh pelaku.
Meskipun demikian, klitih diyakini bukan kejahatan bawaan lahir, tetapi dilakukan secara sadar. Kebanyakan motif pelaku adalah balas dendam, rasa tidak suka, atau sekadar mencari-cari kegiatan sebagaimana makna asli dari klitih.
Aksi klitih sebagai kenakalan remaja bukanlah kenakalan biasa, karena banyak memakan korban dengan cara melukai fisik. Korban yang dipilih pun tidak pandang bulu. Mayoritas sesama remaja, namun mahasiswa hingga orang dewasa pun tak luput menjadi korban aksi klitih yang marak di Jogja.
Para pelaku aksi klitih biasanya tidak segan melukai korban dengan cara membacok, memukul, atau menyerang menggunakan senjata tajam. Berbeda dengan begal yang merampas harta korban, pelaku klitih biasanya cukup puas melihat korban terluka dan tidak berdaya. Mereka akan meninggalkan korban terkapar begitu saja.