Bisnis.com, SEMARANG - Angka pernikahan anak usia dini di Jawa Tengah tercatat cukup tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Jatengprov.go.id, pada 2019 tercatat sebanyak 2.049 kasus, kemudian pada akhir 2020 melonjak hingga lebih dari dua kali lipat yakni di angka 4.618 kasus.
Tingginya kasus pernikahan anak tersebut menjadi perhatian serius bagi daerah di Jawa Tengah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Batang, Supriyono mengatakan, ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan anak, pertama yaitu faktor adat atau tradisi setempat dan kedua adalah permasalahan ekonomi.
“Ada banyak faktor penyebab, salah satunya di daerah pedesaan, menurut kepercayaan adat setempat, jika gadis sudah berusia 17 tahun, segera dinikahkan,” ungkap Supriyono.
Baca Juga
Selain adat, ada pula warga yang menikahkan anaknya di bawah umur atau kurang dari 17 tahun, karena faktor lain.
“Terkadang ada yang menikahkan anaknya karena sudah hamil dulu. Itu yang membuat saya sangat prihatin. Tetapi, sedapat mungkin mereka kami edukasi untuk menunda pernikahan di usia anak. Dan setelah diedukasi, ada 10 anak dari mereka yang mau membatalkan rencana pernikahannya,” bebernya.
Sementara itu, Fasilitator dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten, Ery Pratama Putra mengatakan, naiknya grafik pernikahan anak dipengaruhi banyak faktor. Mulai dari tingkat pendidikan dan pola asuh yang buruk.
“(Faktor itu), antara lain pola asuh yang buruk menjadi level tertinggi penyebab terjadinya pernikahan anak, tingkat pendidikan yang rendah, tidak selektifnya dalam pertemanan menyebabkan pernikahan anak,” bebernya.
Ery pun mengajak masyarakat untuk membangun komunikasi internal keluarga.
“Jadi tidak ada kata lain, bangun komunikasi yang baik, pada titik keluarga. Hindari kawan yang bisa menjerumuskan pada perilaku tidak baik,” tandasnya.