Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Langkah Cepat Jateng Hadang Penyakit Mulut dan Kuku

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membuat tim Unit Reaksi Cepat (UPC) untuk menghadang penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Ilustrasi/Bisnis-Asep Mulyana
Ilustrasi/Bisnis-Asep Mulyana

Bisnis.com, SEMARANG – Sektor agribisnis Tanah Air tengah menghadapi sejumlah tantangan. Sebelumnya, harga daging sapi melonjak tajam, khususnya jelang Idulfitri, lantaran tingginya permintaan yang belum mampu dipenuhi peternak lokal. Kini, tantangan baru pun datang dalam bentuk Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Wabah PMK dilaporkan merebak di wilayah Aceh dan Jawa Timur. Ribuan hewan ternak berkuku belah, seperti sapi, kambing, kerbau, dan babi bahkan telah terjangkit. Wasito, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengimbau para pemangku kebijakan untuk bisa mengambil langkah antisipasi.

“Hentikan lalu lintas produk pertanian mentah maupun olahan,” ucapnya beberapa waktu lalu.

Bersamaan dengan itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga langsung ambil tindakan. Lokasinya yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur tentu meningkatkan risiko penularan di wilayah tersebut.

Agus Wariyanto selaku Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) lantas mendirikan Unit Reaksi Cepat (URC) PMK. Pos pemantauan juga didirikan di beberapa wilayah yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur, seperti Lase, Cepu, Banaran, Selogiri, dan Cemoro Sewu.

“Tempo hari kita memulangkan dua truk hewan ternak dari Probolinggo yang hendak ke Tasikmalaya karena menunjukkan gejala. Kita juga melakukan informasi dan edukasi bahwa PMK ini bisa disembuhkan,” ucap Agus, dikutip dari laman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Agus menyampaikan bahwa sebetulnya Jawa Tengah punya pengalaman menangani kasus serupa pada tahun 1980-an. Saat itu, tingkat kematian hewan ternak dilaporkan di angka 5-10 persen. Namun demikian, ternak yang terjangkit PMK bakal turun bobot serta produksi susunya--yang mana menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para peternak.

Lebih lanjut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tak sendirian dalam menghalau penyebaran PMK. Deni Raditya Febriandi, Plt Kepala Balai Veteriner Boyolali, mengungkapkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Balai Besar Veteriner di Wates, DI Yogyakarta.

“Karena untuk PMK sendiri kita belum punya kemampuan untuk uji,” ucapnya saat dihubungi Bisnis pada Kamis (12/5/2022).

Deni menjelaskan bahwa di Indonesia hanya ada dua fasilitas pengujian hewan ternak yang bisa mendeteksi PMK. Pertama, di Balai Besar Veteriner Wates. Kedua, ada di Pusat Veteriner Farma di Surabaya. Untuk itu, sampel ternak asal Jawa Tengah yang diduga terjangkit PMK mau tidak mau harus dikirim terlebih dahulu ke DI Yogyakarta.

“Kita hanya sifatnya mendampingi kalau ada pelaporan di wilayah kerja kita,” kata Deni.

Sebagai informasi, hingga tahun 2021, jumlah hewan ternak berkuku belah di Jawa Tengah mencapai 8.285.327 ekor. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), hewan jenis kambing dan domba jadi yang paling banyak diternakkan di Jawa Tengah.

Sementara dilihat dari pusat pengembangbiakannya, Kabupaten Wonogiri menjadi salah satu pusat peternakan di Jawa Tengah. Jumlah sapi potong dan kambing di wilayah tersebut masing-masing mencapai 170.365 ekor dan 416.818 ekor pada 2021 lalu. Di sisi lain, Kabupaten Boyolali yang dikenal sebagai pusat produsen susu memiliki jumlah sapi perah mencapai 94.000 ekor, paling banyak se-Jawa Tengah.

Jika tidak ditangani dengan serius, peternak di Jawa Tengah bisa merugi dan angkanya tentu tidak akan sedikit. Pasalnya, menurut Deni, hewan ternak yang terjangkit PMK bisa kehilangan 15 persen dari berat badannya.

“Produksi susu juga hampir 50 persen hilang,” tambahnya.

Tak heran apabila Deni juga mengkhawatirkan jika peternak bakal melepas hewannya ke pasaran sebagai bentuk panic selling. Untuk itu, Balai Veteriner Kabupaten Boyolali langsung mengerahkan tim untuk mendampingi peternak-peternak di daerah dan peternak yang hewannya sehat juga diimbau untuk tidak menambah hewan ternak baru karena dikhawatirkan bakal memicu penyebaran virus PMK.

“Jangan sampai terjadi panic selling. Selama dirawat dengan baik, didesinfeksi, akan lebih baik kondisi ternaknya,” kata Deni.

Kepada Bisnis, Deni kemudian menyebut dua opsi yang bisa diambil peternak. Pertama, merawat hewan yang terindikasi PMK karena penyakit tersebut bisa disembuhkan. Caranya dengan memisahkan ternak yang terjangkit dengan ternak yang sehat.

“Nanti diberi pengobatan anti radang, anti panas, antibiotik. Pengobatan suportif seperti vitamin juga bisa. Kandang itu didesinfeksi, peternaknya juga. [Tetapi] tetap ada kerugian ekonomi karena selama sakit, berat badan ternak akan turun,” jelasnya.

Langkah kedua yang bisa diambil peternak adalah dengan menyembelih hewan yang terjangkit PMK. Daging dari ternak yang terjangkit PMK boleh diperjual-belikan. Nantinya, Rumah Potong Hewan (RPH) bakal menandai daging-daging tersebut.

“Dagingnya aman untuk dikonsumsi. Asal disingkirkan bagian kepala, saluran pencernaan, sama kuku. Jadi masih ada 50 persen dari bagian ternak yang bisa dimanfaatkan,” ucap Deni.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper