Bisnis.com, SEMARANG – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra mengingatkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk tidak agresif dalam memperluas kawasan industri.
Pasalnya, dikhawatirkan, ekspansi kawasan industri di Jawa Tengah bakal mempengaruhi luasan lahan produksi pertanian yang berimbas pada kian melambungnya harga pangan.
“Menjadi penting kita menjaga inflasi pangan di Jawa Tengah. Karena memang pertama sumber pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumah tangga,” jelas Rahmat, dikutip Jumat (20/5/2022).
Menurut Rahmat, inflasi di Jawa Tengah pada bulan April 2022 sudah tergolong tinggi, yaitu di 3,48 persen (year-on-year). Angka tersebut meningkat pesat dibandingkan saat pengujung 2021 yang hanya 1,7 persen (year-on-year).
Dari data tersebut, Rahmat mengingatkan bahwa lonjakan harga pada komoditas makanan, minuman, dan tembakau, jadi pemicu utama kenaikan angka inflasi di Jawa Tengah. Ketika harga pangan terus melambung, inflasi akan jadi tidak terkendali karena konsumsi masyarakat Jawa Tengah bakal ikut terpengaruh.
“Kalau kita lihat, kelompok middle-low income masyarakat itu di atas 50 persen. Sekitar 55-61 persen, itu [pengeluarannya] digunakan untuk konsumsi pangan. Kalau daya beli mereka turun, ya tentunya inflasi akan semakin tinggi di Jawa Tengah,” jelas Rahmat.
Baca Juga
Untuk mengendalikan inflasi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mesti bisa mengendalikan harga komoditas pangan. Namun demikian, dari penjelasan Rahmat, terlihat bahwa produksi pertanian di Jawa Tengah masih ditujukan untuk memenuhi permintaan dari luar daerah.
“Kalau kita lihat DKI Jakarta itu sangat ekspansif sekali dalam menjaga ketersediaan pangan. Dia telah melakukan delapan kerjasama contract farming se-Indonesia untuk menjaga pasokan berasnya dan di Jawa Tengah ada tiga daerah, yaitu Sragen, Demak, dan Cilacap yang masing-masing total luasannya 1.600 hektare,” jelas Rahmat.
Rahmat juga menyontohkan bahwa tergusurnya lahan-lahan pertanian sudah lebih dulu terjadi di Karawang. Dimana sawah-sawah di wilayah tersebut sudah digantikan dengan industri manufaktur. Tentunya, hal yang sama diharapkan tidak terjadi di Jawa Tengah.
“Kami sarankan untuk hati-hati terhadap perluasan kawasan industri yang tidak terkait dengan industri pangan. Karena industri high technology tanpa keterlibatan dengan karakter daerah kita sebagai sumber pangan ini akan menyebabkan para petani kehilangan lahan,” jelas Rahmat.