Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak goreng curah di Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai tidak bisa mendekati harga eceran tertinggi (HET) karena terkendala distribusi.
Kepala Kantor Wilayah VII Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Hendry Setyawan mengatakan bahwa pihaknya fokus melakukan pengawasan distribusi minyak goreng di DIY dan Jawa Tengah karena di dua daerah itu tidak memiliki perkebunan sawit serta jumlah produsen minyak curah pun dia nilai kecil.
“Karena itulah kami putuskan untuk fokus saja ke distribusi. Ketika terjadi kenaikan harga, wilayah DIY dan Jawa Tengah cukup terpengaruh karena merupakan daerah tujuan wisata sehingga konsumsi minyak goreng juga tinggi. Kalau harga naik, tentu pengaruhnya besar,” ujarnya, Selasa (31/5/2022).
Dia melanjutkan dari hasil pemantauan, larangan ekspor CPO yang diterapkan oleh pemerintah berpengaruh pada harga jual minyak goreng curah di pasar. Sebelum pelarangan, kata dia, harga minyak curah di pasar berkisar Rp18.000-Rp21.000. Setelah pelarangan, harga turun menjajdi Rp16.000-Rp17.000 atau terjadi penurunan sekitar 19 persen.
Sementara di Jawa Tengah, sambungnya, harga minyak goreng curah sebelum pelarangan ekspor mencapai Rp20.000-Rp21.000. Harga itu kemudian anjlok setelah pelarangan ekspor, menjadi Rp14.500-Rp15.000, hampir menyamai HET Rp14.000.
Dia mengatakan harga minyak goreng curah di DIY lebih mahal karena faktor biaya distribusi. Pasalnya, minyak curah kebanyakan didatangkan dari luar Jawa, melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
“Karena harus ada ongkos distribusi dari Semarang ke Jogja, maka harga di DIY lebih tinggi dibandingkan harga di Jawa Tengah,” jelasnya.
Dia melanjutka, jebolnya tanggul dan terjadinya banjir rob di Semarang turut mengganggu distribusi minyak goreng ke DIY. Akan tetapi, hal itu, sudah beerangsur pulih sehingga kelangkaan minyak goreng tidak terjadi di wilayah kerjanya.