Bisnis.com, YOGYAKARTA - Real Estate Indonesia (REI) Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong penegakan proses perizinan properti berbasis daring sehingga peluang pertemuan fisik antara pemohon dan pemberi izin yang membuka peluang gratifikasi dapat dihindari.
"Idealnya sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cipta Kerja bahwa semua proses perizinan berbasis online untuk menghindari pertemuan antara pemohon dan pemberi izin," kata Ketua Dewan Penasihat REI DIY Rama Adyaksa Pradipta di Yogyakarta, Senin (20/6/2022).
Seluruh persyaratan, kriteria, termasuk seluruh informasi mengenai rencana tata ruang wilayah, menurut dia, harus diunggah melalui kanal daring sehingga para pengembang mengetahui sebelum mengajukan izin pembangunan properti.
Selain itu, menurut dia, permintaan khusus dari pemohon terkait bentuk bangunan, jumlah lantai, hingga hak guna bangunan (HGB) seluruhnya harus dituntaskan secara daring.
"Kriteria-kriteria itu harus diunggah secara online tanpa mempertemukan pemohon dan pemberi izin," kata dia.
Meski demikian, Rama menyadari untuk mencapai proses perizinan yang ideal sesuai amanat UU Cipta Kerja masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan mulai dari tata ruang, kapasitas SDM, serta peraturan lain sesuai UU Cipta Kerja.
Baca Juga
"Yang paling penting pemohon tahu bahwa daerah tersebut peruntukannya apa, bisa diakses, bisa dipublikasi, sehingga pemohon punya informasi tentang tata ruang atau pemanfaatan area yang dimohonkan izin tadi," ujar dia.
Rama berharap kasus suap izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen yang menyeret mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menjadi pelajaran untuk proses perizinan di Kota Yogyakarta.
Menurut dia, payung hukum atau regulasi mengenai perizinan pendirian bangunan di Kota Yogyakarta paling lengkap dibandingkan kabupaten lain.
"Komprehensif dan lengkap sehingga manakala pemohon mengajukan izin sesuai regulasi yang sudah ditentukan di area tersebut, semestinya sudah tidak perlu ada deal-deal atau negosiasi tertentu dengan regulator atau pemerintah," kata dia.
Meski demikian, ia mengakui masih ada celah yang memungkinkan pertemuan fisik antara pemohon izin dengan pemberi izin sebab ada beberapa prosedur yang harus ditempuh secara offline atau tatap muka. "Setahu saya ada beberapa harus offline, mungkin 50 persen lebih bisa online," ujar dia.
Menurut Rama, seluruh pengembang pada dasarnya menginginkan proses perizinan pembangunan perumahan yang praktis, ringkas, serta tidak berbelit-belit.
"Kami pelaku usaha sebenarnya lebih nyaman, lebih enak kalau regulasi sudah lengkap sehingga kami tidak perlu menginterpretasikan sendiri, tidak perlu negosiasi," ujar Rama.