Bisnis.com, SEMARANG — Sambil menunggu lampu merah di pertigaan Jomblang, Semarang, Slamet mengambil posisi kuda-kuda Jaran Kepang. Kedua kaki dibuka lebar dengan posisi lutut sedikit ditekuk. Tangan kanan direntangkan ke depan. Tangan kirinya tetap fokus mendekap setumpuk koran, yang akan dijajakan kepada para pengguna jalan ketika lampu merah menyala.
Nyala rambu merah yang ditunggu-tunggu pun datang. Slamet menghampiri saya, menyodorkan koran, sambil tertawa-tawa hingga memperlihatkan barisan gigi depan yang ompong. Dalam hitungan detik sebelum rambu hijau kembali menyala, ia menceritakan alasannya menari-nari Jaran Kepang di sela waktu menjajakan koran di lampu merah.
"Kala wingi [tempo hari] main Jaranan di Simpang Lima. Kelompok saya dapat hadiah bantuan dari Pak Gubernur," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Acara ‘main jaranan’ yang disebutkan Slamet merujuk kepada agenda Gamelan Kolosal yang digelar pada Minggu, 14 Agustus 2022, dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Provinsi Jawa Tengah. Acara yang diselenggarakan di Lapangan Pancasila, kawasan Simpang Lima Semarang tersebut dihadiri oleh lebih dari 1.000 orang seniman yang melakukan flashmob Jaranan, diiringi tabuhan gamelan dan alunan tembang karawitan.
Para seniman yang hadir dalam kesempatan itu merupakan perwakilan dari penerima manfaat program Dana Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa Provinsi Jawa Tengah di bidang kesenian. Mereka tampil dengan iringan set gamelan baru yang dibeli menggunakan anggaran dana bantuan tersebut.
Slamet menjadi salah satu pemain Jaranan paling senior yang ikut ambil bagian dalam acara Gamelan Kolosal di Simpang Lima. Ia, yang kini berusia 63 tahun, bergabung dengan ratusan orang anak-anak muda yang bergerak lincah menarikan koreografi Jaran Kepang.
Kemeriahan acara Gamelan Kolosal yang sebagian besar diisii oleh pemain berusia muda membuat Slamet yakin bahwa masa depan seni budaya tradisional ini masih sangat cerah dan akan berusia panjang. Regenerasi pemain berjalan dengan baik. Anak-anak muda bersemangat meneruskan tradisi.
Semangat para pemain muda untuk terus melestarikan budaya tradisional ini tidak lepas dari ekosistem kesenian yang masih berjalan dengan baik, khususnya di Jawa Tengah. Menurut Slamet, undangan pentas masih sering berdatangan pada saat peringatan hari-hari besar nasional, hari besar keagamaan, maupun undangan pentas untuk memeriahkan acara pribadi seperti pesta pernikahan dan khitan.
“Kelompok kami, Turonggo Mukti dari Dukuh Banyuganti, sering diundang pentas di acara 17 Agustus, Saparan, Mauludan, Sumpah Pemuda, ngantenan sampai sunatan,” ujarnya.
Semangat nguri-uri seni budaya tradisional juga terasa di Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Setiap pekan, para pemain Jathilan berlatih bersama para niyaga atau pemain gamelan.
Mardiyono, seniman Desa Wonosari, mengapresiasi program penyaluran dana bantuan desa oleh Pemprov Jateng. Dana bantuan senilai Rp175 juta yang diterima pada 2021 tersebut kini telah mewujud menjadi seperangkat gamelan yang digunakan untuk latihan maupun pentas.
Sebagai bentuk apresiasi, kelompok seniman tersebut menciptakan sebuah tembang khusus bagi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang telah mengalokasikan anggaran untuk membantu para pelaku seni budaya di tingkat desa.
“Di desa ini ada tiga kelompok kesenian. Tapi selama ini untuk beli alat gamelan tidak mampu. Alhamdulillah ini dapat bantuan dari Pak Ganjar,” ujarnya, dikutip dari website Pemprov Jateng.
GAMELAN DESA
Dukungan terhadap perkembangan seni budaya tradisional memang menjadi salah satu program pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispermadesdukcapil), Pemprov Jateng secara khusus mengalokasikan anggaran untuk membantu menyediakan sarana dan prasarana kesenian daerah. Program ini berjalan sejak 2014. Hingga saat ini, ratusan desa telah menerima manfaatnya.
Penyaluran bantuan untuk penyediaan sarana dan prasarana kesenian di perdesaan ditetapkan dalam Keputusan Gubernur yang diterbitkan setiap tahun. Daftar penerima bantuan Gubernur Jateng tersebut diperoleh dari hasil seleksi proposal yang diajukan oleh kepala desa.
Sesuai nama programnya, peruntukan anggaran tersebut adalah untuk pengadaaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mengembangkan kesenian desa. Bentuk bantuannya bisa bermacam-macam, dari kostum atau seragam para pemain kesenian, alat musik, sampai gedung kesenian.
Adapun, proses pengajuan bantuan dimulai dari Musyawarah Desa (Musdes). Dalam agenda rembug bersama di tingkat desa, akan disepakati bentuk bantuan yang paling dibutuhkan dalam kerangka sarana dan prasarana kesenian desa.
Setelah tercapai kesepakatan, kepala desa bersama perangkat desa akan menuangkannya dalam bentuk proposal. Proposal pengajuan bantuan sarana prasarana kesenian desa tersebut kemudian dikirimkan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui Dispermadesdukcapil.
Anggaran ini bisa digunakan untuk membeli berbagai macam kebutuhan, seperti alat musik, gamelan, kostum, rebana, bahkan wayang kulit.
Sepanjang proses penggalian ide hingga penyusunan proposal, peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) sangat penting. Ia menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah daerah selaku penyedia anggaran.
Merujuk pada Dokumen Pelaksanaan Penggunaan Anggaran (DPA) Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa Provinsi Jawa Tengah periode 2018 hingga 2022, dana tersebut telah menjangkau sejumlah wilayah di Jawa Tengah.
Pada 2022, anggaran pembangunan atau penyediaan sarana prasarana kesenian desa tercatat mencapai Rp7,29 miliar. Dana tersebut disalurkan kepada 71 desa dengan nilai anggaran yang bervariasi, antara Rp50 juta hingga Rp150 juta per desa. Pada tahun sebelumnya, anggaran yang disalurkan lebih besar, yakni Rp9,16 miliar.
Pemanfaatan dana bantuan sejauh ini paling banyak digunakan untuk membeli gamelan, baik yang digunakan untuk kesenian Kuda Lumping, Wayang Kulit, Ketoprak, Karawitan, hingga Campursari, yang berlokasi di berbagai daerah. Karena sebagian besar dana bantuan dimanfaatkan untuk membeli gamelan, program bantuan ini lebih dikenal dengan istilah program Gamelan Desa.
Di Magelang, anggaran yang sama digunakan untuk membeli peralatan kesenian Soreng, Kuntulan dan Topeng Ireng. Sedangkan di Boyolali, anggaran itu dimanfaatkan untuk mendukung kesenian Reog, Rodat, Ketoprak, dan Qosidah.
Dilihat dari sisi persebaran anggaran, sejauh ini anggaran paling banyak mengalir ke wilayah Temanggung. Di wilayah pesisir pantai utara barat maupun timur, program bantuan keuangan ini belum banyak diakses oleh masyarakat.
Sosialisasi perlu terus dilakukan agar anggaran ini bisa diakses oleh para pegiat seni di lebih banyak wilayah di Jawa Tengah. Di sisi lain, KPMD selaku garda terdepan pendampingan di tingkat akar rumput, juga musti lebih jeli menggali peluang pengembangan kesenian desa agar bisa dibantu menggunakan anggaran yang sudah disediakan oleh pemerintah.