Bisnis.com, SEMARANG - Puluhan anak muda dari Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, menghadiri pagelaran sederhana di Gedung Oudetrap, Kawasan Kota Lama, Kota Semarang pada Minggu (30/10/2022) malam. Kehadiran mereka dalam acara yang diinisiasi Greenpeace Indonesia itu untuk menggalang dana, demi berlanjutnya pembangunan akses jalan di kampung yang kini sudah tergenang air rob.
"Awalnya kampung kami tidak seperti ini, semua karena faktor iklim yang terjadi. Bahkan, di dukuh kami kehilangan semua aspek kehidupan. Tidak ada akses jalan yang layak," kata Ma'ruf, salah seorang perwakilan warga Timbulsloko sembari menunjukkan foto terkini kondisi kampungnya.
Pagelaran itu sejatinya merupakan rangkaian dari program Chasing The Shadow yang digelar Greenpeace. Singgah di Kota Semarang, organisasi lingkungan itu menggelar sejumlah acara mulai pameran, diskusi, lokakarya, hingga pertunjukan musik yang berlangsung pada Sabtu (29/10/2022) hingga Minggu (30/10/2022) malam.
Ma'ruf berterima kasih pada peserta acara yang ikut hadir dan memberikan perhatian pada dampak perubahan iklim. Harapannya, dukungan yang diberikan tersebut bisa ikut memupuk semangat warga untuk bisa terus bertahan di Desa Timbulsloko.
"Kami datang ke sini bersama warga. Untuk melihat kalian semua, terima kasih. Kalian adalah semangat kami untuk menghadapi musibah ini," kata Makruf di depan ratusan peserta yang hadir.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menegaskan bahwa krisis iklim bukanlah proyeksi yang jauh di masa mendatang. Justru, ancaman itu sudah terlihat jelas di depan mata.
"Sudah saatnya pemerintah mempercepat proses transisi energi menuju energi bersih dan terbarukan, untuk mencegah tenggelamnya sejarah dan peradaban masyarakat karena krisis iklim," jelas Bondan dalam konferensi pers yang digelar terpisah.
Mila Karmilah, Akademisi dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, menambahkan bahwa upaya penanggulangan krisis iklim tersebut perlu dukungan perencanaan ruangan dan lingkungan yang jelas dari pemerintah. "Perencanaan tata ruang perlu dilakukan untuk menggali faktor sejarah," katanya.
"Awalnya kampung kami tidak seperti ini, semua karena faktor iklim yang terjadi. Bahkan, di dukuh kami kehilangan semua aspek kehidupan. Tidak ada akses jalan yang layak," kata Ma'ruf, salah seorang perwakilan warga Timbulsloko sembari menunjukkan foto terkini kondisi kampungnya.
Pagelaran itu sejatinya merupakan rangkaian dari program Chasing The Shadow yang digelar Greenpeace. Singgah di Kota Semarang, organisasi lingkungan itu menggelar sejumlah acara mulai pameran, diskusi, lokakarya, hingga pertunjukan musik yang berlangsung pada Sabtu (29/10/2022) hingga Minggu (30/10/2022) malam.
Ma'ruf berterima kasih pada peserta acara yang ikut hadir dan memberikan perhatian pada dampak perubahan iklim. Harapannya, dukungan yang diberikan tersebut bisa ikut memupuk semangat warga untuk bisa terus bertahan di Desa Timbulsloko.
"Kami datang ke sini bersama warga. Untuk melihat kalian semua, terima kasih. Kalian adalah semangat kami untuk menghadapi musibah ini," kata Makruf di depan ratusan peserta yang hadir.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menegaskan bahwa krisis iklim bukanlah proyeksi yang jauh di masa mendatang. Justru, ancaman itu sudah terlihat jelas di depan mata.
"Sudah saatnya pemerintah mempercepat proses transisi energi menuju energi bersih dan terbarukan, untuk mencegah tenggelamnya sejarah dan peradaban masyarakat karena krisis iklim," jelas Bondan dalam konferensi pers yang digelar terpisah.
Mila Karmilah, Akademisi dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, menambahkan bahwa upaya penanggulangan krisis iklim tersebut perlu dukungan perencanaan ruangan dan lingkungan yang jelas dari pemerintah. "Perencanaan tata ruang perlu dilakukan untuk menggali faktor sejarah," katanya.