Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren Pakaian Bekas Impor, Begini Dampak ke Jawa Tengah

Fenomena thrifting atau penjualan pakaian bekas yang kian marak memaksa pemerintah buat ambil tindakan.
Ilustrasi. Pengunjung pusat perbelanjaan di Kota Semarang tengah memilih pakaian yang dijajakan./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan
Ilustrasi. Pengunjung pusat perbelanjaan di Kota Semarang tengah memilih pakaian yang dijajakan./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan

Bisnis.com, SEMARANG - Fenomena thrifting atau penjualan pakaian bekas yang kian marak memaksa pemerintah buat ambil tindakan. Kemarin (15/3/2023), Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajarannya buat mengungkap praktik importasi ilegal itu. "Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri, sangat mengganggu," ucapnya.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sendiri menjadi salah satu produk unggulan bagi sektor usaha manufaktur di Jawa Tengah. Meskipun disebut-sebut mengganggu kinerja industri dalam negeri, namun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah hingga hari ini masih belum menerima aduan dari pelaku usaha akibat peredaran pakaian bekas itu.

"Untuk aduan dari industri TPT belum ada," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah Muhammad Arif Sambodo, saat dihubungi Bisnis pada Kamis (16/3/2023).

Di Jawa Tengah, impor pakaian jadi bukan rajutan pada 2021 mencapai 12.158 ton dengan nilai US$60.775.010. Angka itu belum memperhitungkan seberapa besar volume dan nilai pakaian bekas yang masuk. Sebagai perbandingan, di tingkat nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor pakaian bekas pada 2022 mencapai US$272.146.

Menanggapi hal tersebut, Arif menyebut Jawa Tengah bakal mendukung penuh kebijakan pemerintah pusat dalam menghalau peredaran pakaian bekas itu. "Tentunya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersikap sama dengan pusat, mendukung upaya untuk membatasi impor pakaian bekas," tegasnya.

Pada perkembangan lain, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Dinkop-UMKM) Provinsi Jawa Tengah, Ema Rachmawati menyebut penjual pakaian bekas sebagai pelaku UMKM, namun secara spesifik mereka masuk dalam kelompok pedagang. "Untuk pedagang kami tidak banyak menangani," jelasnya.

Ema menyampaikan bahwa larangan penjualan produk pakaian bekas sejatinya merupakan bentuk proteksi pemerintah untuk melindungi pelaku UMKM pada sektor fesyen. "Perlindungan terhadap produk dalam negeri itu penting, hanya memang barangkali perlu dipikirkan mereka para pedagang harus beralih ke mana. Kita lihat baju-baju baru di TikTok saja sekarang sudah murah-murah, produk [UMKM] kita juga kan perlu didorong juga," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, telah mendorong pedagang pakaian bekas buat beralih ke produk lain. "Pedagang-pedagang bisa menjual produk lokal. Jadi ini bukan sesuatu yang jadi pertimbangan untuk menyetop produk ilegal ini untuk diperdagangkan," ucapnya pada Selasa (14/3/2023) di Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper