Bisnis.com, SEMARANG – Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Wihana Kirana Jaya optimis Indonesia bisa terhindar dari ancaman resesi global. Hal tersebut disampaikannya dalam ceramah tarawih di Masjid Kampus UGM pada Minggu (9/4/2023).
Wihana mengungkapkan bahwa ancaman resesi global disebabkan oleh sejumlah faktor. Mulai dari peta geopolitik yang berubah pascapandemi Covid-19 hingga faktor geoekonomi yang melahirkan blok-blok ekonomi baru di dunia.
"Ada geoekonomi yang berkembang di masing-masing blok, yang saling embargo. Semua akan mendisrupsi jalur suplai global yang dulunya terbuka jadi tidak terbuka," jelas Wihana di hadapan jemaah Masjid Kampus UGM.
Gangguan jalur pasokan global itu telah lebih dulu terjadi akibat pecahnya perang Ukraina-Rusia. Imbasnya, komoditas energi dan pangan dunia ikut terguncang. Wihana menyebut dampak dari gangguan itu terasa tak cuma di tingkat global, tapi juga regional, nasional, bahkan lokal.
Di tengah ancaman resesi global tersebut, Wihana menyebut langkah yang diambil pemerintah telah cukup tepat. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, telah berupaya keras untuk menjaga jumlah uang yang beredar, hingga prudential policy sebagai arahan kebijakan moneter.
"Kita perlu bangga bahwa alumni kita menjadi orang yang satu-satunya gubernur bank sentral yang dipilih dua kali, dalam keberhasilannya mengendalikan sektor moneter," kata Wihana.
Baca Juga
Di sektor keuangan, dia menilai Kementerian Keuangan telah mengambil langkah yang cukup baik dengan memberi perhatian pada sektor-sektor riil dan memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sri Mulyani menggunakan APBN-nya untuk membiayai pandemi, saya bacakan angkanya cukup tinggi, hampir Rp695 triliun," jelas Wihana.
Lewat sejumlah insentif pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga industri skala besar. Langkah itu dianggap berhasil dalam mengatasi krisis.
"Kita tidak seperti negara Eropa dan Amerika Serikat, karena kita punya daya tahan yang cukup baik," jelas Wihana. Namun demikian, diperlukan paradigma ekonomi baru untuk memperkuat sistem yang sudah ada.
Sinergi pentahelix yang melibatkan pemerintah, pengusaha, masyarakat, akademisi, dan media diperlukan guna merumuskan paradigma baru tersebut. Selain itu, diperlukan perbaikan regulasi agar dapat mengakomodir disrupsi yang diakibatkan perkembangan teknologi.
"Ketiga, business process harus dikembangkan mengadopsi digital solution. Keempat, organisasinya harus bergerak dengan efisien," jelas Wihana.