Bisnis.com, SOLO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja sektor keuangan di wilayah Solo Raya hingga Agustus 2023 terjaga stabil menyusul membaiknya kondisi perekonomian dalam negeri.
Kepala OJK Surakarta Eko Yunianto di Solo, Jawa Tengah, Kamis (19/10/2023), mengatakan industri jasa keuangan (IJK) di wilayah Solo Raya terjaga stabil dengan mencatatkan kinerja dan pertumbuhan positif sampai dengan Agustus 2023.
"Ini tercermin dari pertumbuhan di masing-masing sektor industri keuangan dan secara keseluruhan stabilitas dan profil risiko sektor jasa keuangan wilayah Solo Raya tetap terjaga dengan permodalan dan likuiditas yang memadai," katanya.
OJK mencatat aset perbankan pada posisi Agustus mengalami kenaikan sebesar 8,64 persen, yakni dari Rp110,8 triliun pada Agustus 2022 menjadi Rp120,4 triliun pada Agustus 2023.
Sedangkan untuk kredit perbankan tumbuh 7,88 persen atau mengalami peningkatan sebesar Rp7,95 triliun, yakni dari Rp100,924 triliun pada Agustus tahun lalu menjadi Rp108,879 triliun pada bulan yang sama tahun ini.
Baca Juga
Selanjutnya, dana pihak ketiga (DPK) pada periode yang sama juga mengalami peningkatan sebesar 4,61 persen, yakni dari Rp90,487 triliun menjadi Rp94,66 triliun.
Dari sisi likuiditas perbankan di wilayah Solo Raya pada Agustus 2023, menurut dia, masih terjaga dengan loan to deposit ratio (LDR) pada angka 115,027 persen disertai dengan peningkatan risiko kredit yang tercermin dari rasio nonperforming loan (NPL) menjadi 8,63 persen dengan nominal sebesar Rp9,40 triliun.
"Ini naik dari posisi Desember 2022 yang tercatat sebesar 18,66 persen dengan nominal Rp7,92 triliun. Berdasarkan data tersebut, penyumbang NPL terbesar adalah industri pengolahan dengan NPL 21,38 persen," katanya.
Ia mengatakan tingginya NPL atau kredit macet tersebut disebabkan oleh menurunnya produktivitas industri tekstil di wilayah Solo Raya.
Sementara itu, untuk perkembangan kinerja perusahaan pembiayaan berdasarkan data posisi periode triwulan II 2023, perusahaan pembiayaan di wilayah Solo Raya mengalami peningkatan piutang pembiayaan secara yoy sebesar Rp386,87 miliar atau setara dengan 9,50 persen.
"Ini dari Rp4,07 triliun menjadi Rp4,46 triliun. Sementara itu, nonperforming financing (NPF) perusahaan pembiayaan mengalami penurunan sebesar 4,43 persen," katanya.