Bisnis.com, SEMARANG - Kabar guncangan pada sektor industri perbankan santer terdengar, khususnya pada sektor Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Beberapa waktu lalu, BPR Persada Guna di Pasuruan, Jawa Timur, dilaporkan bakal melakukan likuidasi akibat pencabutan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (4/12/2023).
Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) mencatat bahwa pemain BPR di Jawa Tengah masih bisa bernapas lega. "Sampai hari ini alhamdulillah kita syukuri aman. Kalau BPR di Jawa Tengah, istilah bangkrut itu saya pastikan tidak ada. Namun dari jumlah anggota, ada perubahan karena beberapa merger jadi satu," ucap Ketua DPD Perbarindo Jawa Tengah, Dadi Sumarsana pada Rabu (6/12/2023).
Dadi menyampaikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong BPR untuk bisa melakukan konsolidasi. Beberapa Pemegang Saham Pengendali (PSP) baik perorangan maupun kelompok dari BPR di Jawa Tengah telah dipanggil untuk diberikan edukasi. Harapannya, upaya konsolidasi itu bisa menyehatkan dan memperkuat keuangan BPR.
"Mengurus BPR itu memang bisnis yang syarat dengan regulasi dan perhatian pemerintah. Karena ini kaitannya dengan tugas dan fungsi BPR sebagai lembaga intermediasi," kata Dadi kepada Bisnis.
Lebih lanjut, Dadi sendiri optimis bahwa kinerja BPR di Jawa Tengah pada tahun 2024 mendatang masih akan terus tumbuh. Terlebih dengan dukungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memberikan suku bunga lebih tinggi bagi BPR.
"Proyeksi pemerintah akan pertumbuhan ekonomi di 2024 membawa optimisme pertumbuhan BPR di Jawa Tengah. Hanya memang, kisarannya 1-2% dibanding tahun ini," jelasnya.
Baca Juga
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia per September 2023, aset BPR dilaporkan mengalami pertumbuhan 8,5% secara year-on-year. Kinerja positif tersebut ditopang oleh penyaluran kredit yang mencapai Rp137,95 triliun, tumbuh Rp126,05 triliun atau mencapai 9,45% (year-on-year).
Pada perkembangan lainnya, Dadi menyebut berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 mendatang bakal memberikan dampak pada pencatatan laba BPR, tak terkecuali di Jawa Tengah. Meskipun berat, namun Dadi menyebut langkah tersebut cukup realistis buat diambil regulator.
"Kebijakan restrukturisasi itu juga kan sudah terus diundur. Atas permintaan industri dan kajian yang dilakukan. Menurut saya, memang ada saatnya untuk diakhiri, untuk mempercepat pemulihan ekonomi," jelas Dadi melalui sambungan telepon.