Bisnis.com, SEMARANG - Masuknya musim panen raya di DI Yogyakarta mulai berdampak pada laju inflasi di daerah tersebut.
Herum Fajarwati, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DI Yogyakarta, menyampaikan bahwa angka inflasi pada April 2024 mengalami penurunan dibanding Maret maupun April lalu."Pada bulan April 2024 untuk DI Yogyakarta terjadi inflasi 0,09% sehingga inflasi year-on-year (yoy) mencapai 2,87% dan inflasi tahun kalender mencapai 0,89%," jelas Herum, Kamis (2/4/2024).
Secara bulanan, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau memberikan tekanan terbesar pada pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dengan deflasi 0,70%. Hal tersebut terlihat dengan 8 komoditas penghambat inflasi yang diisi oleh komoditas pangan.
"Komoditas yang berperan sebagai penghambat terjadinya inflasi pada April 2024 ini utamanya adalah beras, dimana beras ini memberikan andil deflasi 0,22%. Terutama ini terjadi di Kabupaten Gunung Kidul," jelas Herum dalam konferensi pers.
Selain beras, cabai merah dan telur ayam ras juga memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,11% dan 0,07%. Ada pula cabai rawit, buncis, dan kacang panjang dengan andil masing-masing 0,04%, 0,03%, dan 0,02%.
"Kemudian cabai hijau, makanan ringan atau snack masing-masing memberikan andil deflasi 0,01%," jelas Herum.
Baca Juga
Mulai turunnya harga komoditas pangan tersebut berdampak pada Nilai Tukar Petani (NTP). BPS Provinsi DI Yogyakarta mencatat, NTP pada April 2024 berada di posisi 103,01 poin atau turun 4,05% secara month-to-month (mtm).
Herum menjelaskan, penurunan indeks yang diterima petani disebabkan oleh penurunan harga pada komoditas gabah, jagung, cabai merah, dan telur ayam ras. Meskipun demikian, dilihat dari sub sektor usahanya, hanya NTP pada subsektor tanaman pangan yang tercatat mengalami penurunan yang signifikan. Sementara untuk sektor lain dilaporkan mengalami kenaikan.
Pada perkembangan lainnya, Herum menyebut pada April 2024 kenaikan harga umumnya terjadi di wilayah perkotaan sementara di wilayah pedesaan seperti Kabupaten Gunung Kidul, justru terjadi deflasi di 0,11% secara bulanan.
"Untuk Kota Yogyakarta sebaliknya, mengalami inflasi 0,36%. Dengan perkembangan mtm ini, maka inflasi yoy untuk Gunung Kidul sebesar 2,75% dan untuk Kota Yogyakarta 3%, dan untuk DI Yogyakarta atau gabungan kota dan kabupaten mencapai 2,87%," jelas Herum.