Bisnis.com, SEMARANG - Memasuki pertengahan tahun 2024, satu per satu pabrik tekstil di Indonesia tumbang. Terdapat beberapa pabrik tekstil di Ponvinsi Jawa Tengah yang juga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.
Salah satunya adalah PT Sai Apparel Industries di Kota Semarang, Jawa Tengah yang dikabarkan telah melakukan PHK pada ribuan pekerjanya. Merespons perkara tersebut, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonedia Perjuangan (FSPIP) Karmanto mengatakan bahwa gelombang PHK pabrik tekstil ini telah terprediksi karena berkorelasi langsung dengan konflik internasional.
"Jadi kalau saya ngomong masalah gelombang PHK tekstil, itu memang kita melihat siklus ekonomi dunia, ya global, seperti peperangan, konflik. Lalu produk yang dibuat itu konsumtif apa tidak," jelas Karmanto, Rabu (19/6/2024).
Menurutnya, sisi pembeli juga memiliki faktor yang cukup besar. Diketahui beberapa waktu terakhir nilai ekspor Jateng menurun.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, ekspor barang di Jateng pada April 2024 mengalami penurunan hingga 13,52% dibandingkan kondisi bulan sebelumnya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan pula adanya penurunan demand pada produk tekstil Jateng.
Selain perkara tersebut, Karmanto menjelaskan bahwa adanya PHK massal ini juga merupakan salah satu strategi yang digunakan perusahaan untuk efisiensi dengan memindahkan pabrik ke daerah lain yang memiliki tenaga kerja lebih murah.
Baca Juga
"Bisa juga itu strategi untuk memilih daerah lain yang tenaga kerjanya murah. Jadi itu dilakukan pengusaha metode-metode seperti itu," lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonedia (KSPI) Jateng Aulia Hakim mengatakan bahwa saat ini industri garmen memang sedang rentan melakukan PHK. Menurutnya, persaingan dengan industri luar negeri menjadi salah satu alasan.
"Garmen itu alas kaki, persaingan dari luar sangat luar biasa. Garmen kami di Jepara, persaingannya itu dari produk China masuk,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aulia menyebut faktor upah turut andil dalam badai PHK ini. Sebab, upah yang menurutnya rendah membuat pekerja mengalami penurunan daya beli dan hanya bisa memenuhi kebutuhan primer. Maka, industri yang bergerak di bidang sekunder bisa jadi gulung tikar.
Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), PT Sai Apparel Industries, Alwi Kusmarwoto meluruskan kabar 8.000 pekerja yang di-PHK. Hanya saja produksi berkurang di tahun 2023. Adapula penjualan sebagian lahan ke pihak ketiga.
Hingga November tahun lalu tersisa sekitar 4.000 karyawan. Perinciannya, 2.500 karyawan bekerja di PT Sae Apparel Industries Semarang. Sementara sebanyak 1.482 karyawan lainnya di–PHK pada akhir 2023 silam.
“Sebanyak 1.482 karyawan di-PHK sesuai dengan kesepakatan, hak-haknya diberikan. Meski di-PHK, mereka masih diberi kesempatan untuk bekerja, tetapi statusnya PKWT atau kontrak,” jelasnya dikutip dari Berita Jateng. (Vatrischa Putri Nur Sutrisno)