Bisnis.com, SEMARANG - Pengembangan kawasan industri terus dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Langkah tersebut diambil untuk merespon geliat investasi yang masuk ke wilayah tersebut.
"Kami mengajak semua untuk berinvestasi dan mengembangkan industri di Jawa Tengah," kata Sumarno, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Himpunan Kawasan Industri (HKI) di Kota Semarang, Kamis (25/7/2024).
Sumarno menilai bahwa prospek investasi di Jawa Tengah masih cukup menjanjikan. Dengan wilayah yang kondusif dan letaknya yang strategis, Jawa Tengah dinilai punya daya tarik tersendiri bagi investor luar dan dalam negeri.
Hingga 2024, Jawa Tengah memiliki 7 kawasan industri yang potensial buat calon investor. Mulai Kawasan Industri Kendal (KIK), Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW), Jateng Land Industrial Park Sayung (JIPS), kawasan industri Bukit Semarang Baru (BSB), Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Batang Industrial Park (BIP), serta kawasan industri Aviarna.
Ke depan, Jawa Tengah juga bakal memiliki 3 kawasan industri anyar di wilayah Kendal, Demak, juga Cilacap. Sumarno menyebut, pihaknya memerlukan dukungan untuk bisa mendatangkan lebih banyak investor ke Jawa Tengah.
"Sehingga butuh dukungan dan kolaborasi dengan HKI," tambahnya.
Eko Cahyanto, Plt Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, menjelaskan bahwa untuk mendatangkan lebih banyak investor, pemerintah kabupaten dan kota perlu menyiapkan Kawasan Peruntukan Industri (KPI) dalam rencana tata ruang di wilayahnya.
"Dengan kriteria yang memang memenuhi syarat untuk dibangunnya kawasan industri. Baik dari sisi infrastruktur, yang untuk lebih mudahnya bisa berdekatan dengan akses pelabuhan, jalan utama, kemudian lahannya sendiri tersedia cukup," jelas Eko.
Kementerian Perindustrian sendiri terus berupaya untuk mendorong pelaku usaha agar bersedia menanamkan modalnya di dalam kawasan industri. Dengan cara itu, aktivitas industri dapat berjalan dengan efektif dan terkendali.
"Mereka [investor] harus masuk kawasan industri karena kami punya standar dalam pembangunan kawasan industri dan operasionalisasinya. Saat mereka beroperasi pun, ada estate regulation yang ditetapkan pengelola kawasan industri. Sehingga kegiatan industri mereka mengikuti standar yang sudah ditetapkan, termasuk yang khususnya berkaitan dengan dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan," jelas Eko.