Bisnis.com, SEMARANG—Sejumlah badan usaha jalan tol (BUJT) yang mengelola beberapa ruas tol di Jawa Tengah, mengaklaim temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menjadi fokus perhatian mereka selama ini.
Corporate Secretary PT Jasa Marga (Persero) Agus Setiawan mengatakan, pihaknya sejauh ini belum menerima hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berupa Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) sepanjang paruh kedua 2017 dari badan pengelola jalan tol (BPJT).
Kendati demikian, dia mengaku bahwa sejatinya poin-poin temuan yang dari BPK selama ini telah menjadi salah satu fokus perbaikan mereka.
Adapun terkait pemantauan dan evaluasi atas rencana pengoperasian dan pemeliharaan yang dilakukan oleh Jasa Marga, telah sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh BPJT.
“Sementara terkait sejumlah pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) dari temuan BPK, sebenarnya konsentrasi kami memang sedang ke sana, terutama dalam hal kelancaran lalu lintas,” ujar Agus kepada Bisnis, Rabu (4/4).
Agus melanjutkan, pihaknya telah menyusun berbagai strategi untuk terus mengurangi kemacetan yang terjadi di ruas tol yang dikelolanya.
Baca Juga
Seperti diketahui di Jateng, Jasa Marga mengelola dua ruas tol yakni ruas Semarang ABC dan Solo-Ngawi. Adapun untuk ruas tol Solo-Ngawi, pengelolaannya diserahkan kepada anak usahanya yakni PT Solo Ngawi Jaya.
Sementara itu, BUJT pengelola ruas tol Semarang-Solo yakni PT Trans Marga Jateng (TMJ) mengaku sepanjang semester II/2017 tidak pernah menemukan kendala seperti yang diungkapkan dalam temuan BPK tersebut.
Direktur Utama TMJ Yudhi Krisyunoro mengatakan bahwa selama ini TMJ tidak pernah menemukan fenomena berupa gangguan kelancaran lalu lintas maupun keluhan mengenai tarif tol yang mereka kelola. Selain itu, dia juga mengklaim bahwa pemantauan dan evaluasi atas rencana pengoperasian dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pihaknya, selalu memenuhi standar yang ditentukan oleh BPJT.
“Sejauh ini ruas tol yang kami kelola, hampir tidak pernah terjadi kemacetan. Kecuali momentum khusus seperti lebaran atau ketika perubahan kebijakan sistem transaksi tahun lalu,” katanya.
Khusus untuk kemacetan yang terjadi saat perubahan kebijakan sistem transaksi, lanjut Yudhi, hanya terjadi di pintu masuk tol. Adapun, kemacetan tersebut lebih disebabkan oleh proses adaptasi pengguna tol di Jateng yang selama ini belum terbiasa dengan sistem transaksi tertutup.
Seperti diketahui, ruas tol Semarang-Solo mengalami perubahan sistem transaksi dari terbuka menjadi tertutup pada September 2017 lalu. Selain itu, kemacetan serupa juga pernah terjadi ketika terjadi perubahan cara pembayaran dari tunai menjadi non-tunai pada Oktober 2017.
“Selebihnya tidak ada masalah seperti yang ditulis BPK terkait SPM tersebut,” ujar Yudhi.
Adapun dalam laporan IHPS semester II/2017, BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan operasional jalan tol pada Kementerian PUPR, BPJT dan BUJT berkaitan dengan kelancaran lalu lintas dan kebijakan tarif tol belum efektif dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi.
Pasalnya, Kementerian PUPR dan BPJT belum mempunyai perencanaan untuk mengatasi permasalahan kelancaran lalu lintas di jalan tol.
Hal itu disebabkan oleh belum tersedianya dokumen yang memuat rencana jangka pendek, jangka menengah dan rencana perbaikan serta koordinasi manajemen dan rekayasa lalu lintas, sebagai alternatif solusi untuk mengatasi kemacetan yang sering terjadi.
Selain itu, BPK juga menilai proses penilaian pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) belum memadai dan terdapat beberapa ruas jalan tol tidak memenuhi standar pada aspek kelancaran lalu lintas.
Selanjutnya BPK juga menemukan fakta bahwa proses penyesuaian dengan menaikkan tarif sesuai laju inflasi yang dilakukan oleh BPJT, belum mempertimbangkan tingkat pelayanan maupun pemenuhan SPM pada kecepatan tempuh rata-rata dan panjang antrean pada gerbang tol.
Terakhir, pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan BPJT terhadap pemenuhan kewajiban BUJT belum memadai.
Pasalnya BPJT belum melakukan pemantauan atas kewajiban pelaporan oleh BUJT secara optimal dan tidak melakukan pemantauan dan evaluasi atas rencana pengoperasian dan pemeliharaan yang dilakukan oleh BUJT di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten.