Bisnis.com, SEMARANG — Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang mengoperasikan 72 armada di 5 koridor yang telah dilengkapi alat konversi Bahan Bakar Gas (BBG).
Kepala Badan Layanan Umum (BLU) UPTD Trans Semarang Ade Bhakti Ariawan, menjelaskan penggunaan BBG ini sebagai upaya konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bahan Bakar Gas (BBG). Sebanyak 72 bus dari koridor 1, 5, 6, 7, dan koridor Bandara telah dipasang alat konversi BBG.
“Konversi dari BBM ke BBG ini tidak 100% menggunakan gas, kami menggunakan sistem yang disebut retrofit, yakni dapat menggunakan gas dan solar. Bahan bakar solar digunakan sebagai cadangan,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (12/8/2019).
Menurut Ade, manfaat dengan konversi BBG adalah emisi kendaraan menjadi lebih ramah lingkungan, biaya operasional lebih murah karena penghematan bahan bakar, dan membuat mesin lebih awet. Penghematan dapat dilakukan karena biaya gas lebih murah dibandingkan solar.
Dalam satu jarak tertentu, konsumsi bahan bakar solar membutuhkan 5,5 liter dengan biaya Rp28.325. Adapun, untuk jarak yang sama, bahan campuran solar dan Compressed Natural Gas (CNG) membutuhkan 1,48 liter solar dan 4,02 Lsp gas CNG dengan biaya total Rp20.084. Harga CNG mengikuti patokan harga gas di Jakarta Rp3.100.
Pada pemakaian harian di armada ukuran sedang (medium), dibutuhkan rata-rata 80 liter solar dengan harga Rp5.150 per liter. Adapun, pemakaian dengan CNG hanya membutuhkan 60 liter dan solar 21 liter.
Konversi bahan bakar BRT Trans Semarang disambut positif oleh berbagai pihak. Sebelumnya Pemerintah Kota Semarang menjalin kerjasama dengan Pemerintah Toyama City Jepang dalam program konversi bahan Bakar dari Solar menjadi Gas. Penandatanganan MOU kedua belah pihak telah dilakukan pada 14 Desember 2017.
Terkait dengan pembiayaan program konversi BBM menjadi BBG, sebesar Rp10 miliar, telah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup Jepang untuk pembiayaan dibiayai 50% dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM). Sisa pembiayaan 50%, akan ditanggung oleh APBD Kota Semarang.
Ade menegaskan, tabung konveter gas yang dipasang sudah melewati uji standart khusus untuk CNG yang memiliki tekanan 200 bar, sehingga berbeda dengan tabung gas LPG.
Katup yang terpasang sangat aman karena hanya bekerja berdasarkan koneksi dari Electronic Control Unit (ECU). Jika tidak ada perintah dari ECU, gas tidak akan keluar dari tabung.
“Oleh karena itu tabung bahan bakar tidak akan mengalami kebocoran termasuk selang sambungan meski terlepas tidak menyebabkan kebocoran. Saat diuji coba, tabung ditembak peluru 12 mm tidak tembus, sehingga aman digunakan pada BRT Trans Semarang,” jelasnya.
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) untuk pengisisan pada BRT Trans Semarang sudah ada di SPBG Mangkang, SPBG Penggaron, SPBG Kaligawe. Namun, SPBG yang ada tersebut belum dapat difungsikan.
BRT Trans Semarang pun bekerjasama dengan PT Pertagas Niaga dalam hal pengisian BBG dengan mendatangkan 2 Mobile Refueling Unit (MRU). Keberadaan MRU akan memudahkan pengisian bahan bakar dengan CNG.