Target pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 7% merupakan tantangan sekaligus target yang luar biasa. Oleh karena itu, butuh upaya yang juga tidak biasa-biasa saja.
Menyadari target yang begitu tinggi, pemerintah pun berusaha ekstra keras. Baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, seluruh pemangku kepentingan melakukan pembenahan dan pengembangan.
Salah satu sektor yang masif dipacu dalam beberapa tahun terakhir adalah infrastruktur untuk menjamin kelancaran konektivitas. Perjalanan proyek terintegrasi pun tak berhenti, meskipun jalan tol Trans-Jawa sudah menghubungkan ujung barat dan timur Jawa pada akhir 2018.
Setidaknya, pemerintah memiliki perencanaan lima proyek tol lagi di Jawa Tengah (Jateng)ataupun melewati sebagian wilayah provinsi itu. Kelima ruas tol itu adalah Gedebage—Tasikmalaya—Cilacap, Yogyakarta—Bawen, Solo—Yogyakarta—Yogyakarta International Airport (Kulon Progo), serta jalan tol perencanaan Demak—Tuban, dan Semarang—Kendal.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Jateng Peni Rahayu menyampaikan saat ini para pemimpin daerah yang terlibat dalam proyek Tol Semarang—Kendal sedang membahas penentuan trase. Secara garis besar, konsepnya mirip seperti Tol Semarang—Demak, yang terintegrasi dengan tanggul laut.
Tantangan dalam penentuan trase salah satunya berasal dari sebagian wilayah darat yang sudah terendam air. Oleh karena itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan memutuskan status lahan, dan penilaian ganti rugi ditentukan tim appraisal.
“Setelah penentuan trase Semarang—Kendal disetujui seluruh pihak, nanti baru dilelang oleh Kementerian PUPR. Tantangannya memang mirip Semarang—Demak, yang sebagian wilayah terendam air, walaupun akhirnya sudah clear,” tuturnya, Rabu (30/10).
SEGERA DILELANG
Adapun, Tol Solo—Yogyakarta—Bandara Kulon Progo sepanjang 91,91 km sudah melalui proses penentuan trase. Dengan demikian, proyek tersebut akan memasuki tahapan lelang.
Di samping proyek tol, pemerintah juga akan mengoptimalkan pengembangan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Hal tersebut juga bertujuan memeratakan penyebaran pusat-pusat ekonomi.
Menurut Peni, sejumlah proyek tol dan JJLS masuk ke dalam 12 proyek strategis Jateng yang diajukan ke Presiden Joko Widodo. Namun, Presiden kemudian menentukan 3 proyek super prioritas, yakni Kawasan Candi Borobudur, Kawasan Industri (KI) Kendal, dan KI Brebes.
“Meskipun super prioritas dipilih tiga, tidak serta-merta menggugurkan 12 proyek strategis. Karena yang super prioritas juga butuh proyek-proyek penunjang, dan ini tetap berjalan untuk mendukung konektivitas serta persebaran ekonomi,” jelasnya.
Sebagai contoh, Tol Semarang—Kendal akan mendukung kawasan Kendal sebagai pusat industri, yang sebentar lagi naik kelas menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Selain itu, Pemprov Jateng sudah mengoperasikan rute BRT Semarang—Kendal sejak 28 Oktober 2019.
Di KEK Kendal dan KI Brebes, Pemprov Jateng mengupayakan pengembangan pelabuhan baru. Proyek pelabuhan akan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), sehingga terbuka bagi pihak swasta yang ingin berinvestasi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Ciptakarya Jateng Hanung Triyono menuturkan pengembangan tol yang tengah berjalan kini ialah jalan tol Semarang—Demak sepanjang 27 km. Proyek itu dikerjakan konsorsium tiga perusahaan yang berpadu dalam PT Pembangunan Perumahan Semarang Demak.
Proses pengerjaan berlangsung paralel antara konstruksi dan pembebasan lahan. Diharapkan ada satu ruas yang berfungsi pada 2021, dan seluruh proyek dapat rampung pada 2024.
“Tol Semarang—Demak sangat penting untuk dukung konektivitas industri dan pariwisata. Harapannya bisa segera rampung, seperti Tol Trans-Jawa sebelumnya yang ngebut,” imbuhnya.
Adapun, untuk ruas tol lainnya yang sudah masuk ke dalam pipeline seperti Solo—Yogyakarta dan Bawen—Yogyakarta, proses penentuan lokasi (penlok) trase masih berjalan. Masih ada beberapa detail lokasi yang bergeser sedikit.
Hanung menjelaskan untuk pengembangan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) masih akan berlanjut. Namun, di sekitar wilayah Kabupaten Kebumen yang berupa area perbukitan membutuhkan kecermatan dalam penentuan jalur.
Pemerintah juga tengah menimbang ide untuk mengoptimalkan jalan kabupaten yang sudah ada untuk menekan biaya. Alasannya, untuk pembebasan lahan baru saja membutuhkan Rp1,2 triliun, atau serupa dengan biaya konstruksi.
“Jalurnya menanjak naik-turun, kemudian ada kawasan konservasi, sehingga jangan sampai terusik. Selain itu, sedang dipertimbangkan untuk menekan biaya dengan memanfaatkan jalur yang sudah ada, tanpa harus buka baru,” tuturnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, JJLS di Jateng yang belum tertangani sepanjang 46,07 kilometer dari total panjang 211,95 kilometer.
Pembangunan jalan yang belum tertangani diusulkan agar dibiayai APBN. Untuk pembebasan lahan dibutuhkan anggaran senilai Rp1,17 triliun dan konstruksi sebesar Rp1,1 triliun.