Bisnis.com, JAKARTA - Ontran-ontran internal Keraton Yogyakarta kembali mencuat setelah beredar surat pemecatan Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) kepada sejumlah adiknya dari jabatan startegis Keraton pekan ini.
Sultan HB X menerbitkan surat bertanggal 2 Desember 2020 terkait pemberhentian sepihak dua adik tirinya yakni Gusti Bendara Pangeran Hario (GBPH) Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat.
Kedua adik Sultan HB X itu dilengserkan dari jabatan kepala (Penggedhe) dua departemen inti Keraton Yogya, yakni Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Parwa Budaya dan KHP Nitya Budaya.
Sultan lantas mengkat dua putrinya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi dan GKR Bendara menduduki jabatan kepala dua departemen yang setingkat kementerian koordinator dalam pemerintahan Keraton itu.
Terkait pemecatan itu, salah satu adik tiri Sultan HB X, GBPH Yudhaningrat mengatakan tak berencana menggugat kakaknya. “Mboten ajeng gugat, pun kajenge (tidak akan menggugat, biarkan saja),” ujar Yudhaningrat kepada Tempo, Sabtu (23/1/2021).
Pemecatan Sultan HB X itu disinyalir Yudhaningrat dan Prabu Kusumo sebagai buntut polemik Sabda Raja yang diterbitkan Sultan HB X tahun 2015. Sabda Raja itu dinilai merusak paugeran atau tata adat Keraton karena mengganti gelar raja dan membuka peluang raja Keraton dari kalangan perempuan.
Baca Juga
Prabukusumo dan Yudhaningrat termasuk dalam gerbong putra-putri HB IX yang menolak Sabda Raja dari HB X itu. Bahkan keduanya bisa dikategorikan paling keras menentang. Mereka tidak lagi mau masuk ke lingkungan Keraton Yogyakarta untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai pangeran.
Yudha menuturkan pasca dicopot dari jabatan struktural Keraton Yogya oleh Sultan HB X, dirinya memilih menjalani kehidupan sebagai pangeran di luar keraton. “Menjadi pangeran yang merdeka itu justru lebih enak, bebas,” kata Yudha.
Yudha menuturkan, kelegaannya lepas dari Keraton berkaca dari ajaran Nabi Muhammad SAW, yakni bersikap tegas atas sikap yang diambil. Karena tak setuju Sabda Raja maka ia pun memilih menyingkir dari Keraton.
“Saya tidak mau abu-abu, kalau dukung (Sabda Raja HB X) ya akan dukung, kalau tidak ya akan nyatakan tidak,” ujarnya.
Kini Yudha bersama pangeran lain yang menolak Sabda Raja itu hanya akan menunggu dan berdoa terkait nasib Keraton Yogya ke depan dengan Sabda Raja itu.
Yudha menuturkan, Keraton Yogya sebagai kerajaan Mataram Islam tersisa hanya bergantung nasab dan nasib. Nasab dalam arti suksesi di dalamnya hanya mengatur hubungan darah dari keturunan laki-laki raja bertahta.
“Kalau nasabnya keliru (dengan memilih raja perempuan), ya sudah nasibnya bubar,” ujar Yudha.