Bisnis.com, SOLO - Pandemi Covid-19 sempat membuat perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk. berencana melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada 12.000 karyawan.
Beruntung rencana itu batal dilakukan. Semangat pantang menyerah dan kreativitas membuat rencana yang bakal berdampak besar terhadap masyarakat itu urung dilakukan.
“Rencananya waktu itu mau PHK 12.000 orang karyawan. Komite direktur semuanya [sepakat]. Tapi hak veto ada di saya, saya nggak mau. Kita jalani dululah, gimana ini. Akhirnya Tuhan mengulurkan tangan kepada kami,” kisah Presiden Direktur PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, saat tampil sebagai narasumber dalam talkshow virtual bersama Solopos bertema Setahun Covid-19: Siapa Berhasil Lawan Pandemi?, Selasa (9/3/2021) malam.
Menurut Iwan, pandemi berdampak besar terhadap kinerja bisnis Sritex. Salah satu penyebabnya, emiten berkode SRIL ini memasarkan sebagian produknya ke pasar global.
Di tengah pandemi, semua negara menutup perdagangan sehingga praktis produk tekstil Sritex tak bisa dijual.
Beruntung, Iwan mengaku memiliki tim yang tangguh. Bersama tim yang gigih dan insting bisnisnya, Sritex menemukan celah untuk memastikan bisnis tetap berjalan dan tidak perlu melakukan PHK karyawan.
Baca Juga
“Kita tidak tahu akan terjadi apa nanti. Waktu itu hanya terpikir, ini kok harga masker digoreng sampai mahal sekali. Kita keluarkan masker nonmedis yang haranya murah dan masyarakat bisa pakai. Dua bulan kami kirim 60 juta masker. Kirim ke mana-mana. Saya sendiri jadi operator sampai tidak tidur,” urainya.
Selain masker, inovasi produk alat pelindung diri (APD) juga menjadi modal Sritex memastikan tak melakukan PHK terhadap 12.000 karyawan.
Menurut Iwan, kondisi pada awal pandemi memang sangat kacau karena semua orang tidak siap. Sritex pun harus bekerja keras untuk memenuhi permintaan APD dan masker.
“Alhamdulillah pelan-pelan bisa menyelesaikan. Jadi kita bisa tertolong. Saya melihat pokoknya saya punya tema waktu itu, saya pasangkan di komputer, hindari PHK, lalu yang berikutnya pantang menyerah ditempelkan di laptop. Itu jadi doa,” imbuhnya.
Ketika permintaan masker dan APD mulai surut, Sritex tak berhenti berkreasi. Iwan menjelaskan di tengah aktivitas masyarakat yang lebih banyak dilakukan di rumah, Sritex punya gagasan menyediakan kain yang nyaman dipakai di rumah, yakni kain rayon.
Kini, Sritex banyak memproduksi kain rayon yang kemudian disalurkan ke sejumlah pasar besar di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
“Industri harus bertransformasi. Mana yang bisa laku dan mana yang cocok untuk masyarakat. Rayon digemari masyarakat pada waktu pandemi. Bahan rayon ini nyaman dipakai dan itu laku keras sekali sampai sekarang. Kita keluarkan print [rayon] yang bagus-bagus,” kata Iwan.
Dia menambahkan pada situasi pandemi tidak mudah untuk membuat bisnis tetap berjalan dan memastikan Sritex tidak melakukan PHK karyawan. Sritex misalnya, harus menghadapi sejumlah kendala seperti bahan baku dari luar negeri yang telat datang.
Beruntung, perusahaan yang berkantor pusat di Sukoharjo ini memiliki pabrik bahan baku. “Kalau kami tak punya pabrik bahan baku, bisa tutup kami. Ini penting [punya pabrik bahan baku]. Kita harus mandiri,” tegas dia.