Solopos.com, KUDUS – Gunung Rahtawu atau Wukir Rahtawu yang berarti puncak 29 merupakan salah satu gugusan gunung yang ada di Kabupaten Kudus.
Rahtawu sebenarnya adalah nama desa di lereng Gunung Muria yang masuk dalam area Kecamatan Gebog.
Bagi masyarakat Kudus, Gunung Rahtawu menyimpan banyak misteri, banyak ditemukan daerah petilasan dengan nama-nama tokoh pewayangan leluhur pandawa, seperti petilasan eyang sakri, lokajaya, pandu, palasara, dan abiyoso.
Selain itu, ada kawasan yang diberi nama jonggring saloka dan puncak songolikur. Petilasan-petilasan ini menjadi daya tarik bagi masyarakat yang hendak melakukan ziarah dan mencari wangsit.
Rahtawu mempunyai arti darah yang bercecer. Menurut mitos, Wukir Rahtawu merupakan tempat pertapaan Resi Manumayasa sampai Began Abiyoso yang merupakan leluhur Pandawa dan Korawa.
Menurut cerita babad dan purwa, konon leluhur Raja-Raja Jawa merupakan keturunan dinasti Bharata atau Shangyang.
Hingga sekarang masih banyak petilasan dari tokoh pewayangan yang masih dirawat oleh masyarakat sekitar.
Tidak heran, jika para penyuka mistis selalu berdatangan di kawasan ini untuk merasakan seberapa kuat aura kemistisan yang ada di kawasan tersebut.
Melalui pantauan Solopos.com di kanal Youtube Tradaya TV, Minggu (6/6/2021), konon diyakini bahwa Gunung Rahtawu itu dihuni oleh siluman ular.
Menurut juru kunci Desa Rahtawu, sosok siluman ular ini memang sering menampakan diri.
Mbah Bukari menjelaskan, bahwa siluman ini berfisik ular namun kepalanya manusia. Dikabarkan, banyak orang yang pernah mengalami penampakan sosok siluman ini.
Karakter siluman ini saat menampakkan diri, langsung pergi secepat kilat.
Selain itu, gunung ini juga memiliki batu-batu pipih yang bagus untuk bangunan. Namun, karena gunung tersebut memiliki aura kemistikan yang kuat, pengunjung yang datang di kawasan itu dilarang membawa satupun batu atau barang lain yang memang berasal dari kasawan tersebut.
Jika nekat mengambil, kemungkinan orang yang mengambil batu atau benda-benda dari kawasan Rahtawu itu akan menderita suatu penyakit dan akan sembuh saat batu yang diambil dikembalikan ke tempat asalnya di kawasan Rahtawu.
Mbah Bukari menambahkan, jika tidak dikembalikan, roh dari kawasan Rahtawu ini akan meminta tumbal berupa ayam seberanak yang merupakan sandi untuk persembahan satu keluarga dari orang yang mengambil batu atau benda dari kawasan Rahtawu tersebut.
Hal lain yang aneh dari kawasan Rahtawu ini adalah meskipun semua petilasan yang ada di kawasan tersebut adalah tokoh pewayangan (Mahabarata Hindu), namun pertunjukan pewayangan dianggap tabu, sehingga dilarang untuk ditampilkan.
Konon pernah ada yang melanggar dengan menggelar acara pentas pewayangan, lalu tiba-tiba terjadi angin rebut yang menghancurkan rumah dan dukuh yang menggelar pertunjukan pewayangan tersebut.