Bisnis.com, JOGJA - Para pelaku usaha perjalanan wisata mengharapkan pemerintah konsisten dalam menerapkan peraturan perjalanan.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DIY, Hery Satyawan, mengatakan konsistensi aturan merupakan bentuk kepastian pelaku usaha perjalanan dalam menjalankan usahanya.
Apabila peraturan sering berubah, terlebih dalam waktu yang sangat cepat, maka roda perekonomian akan susah berjalan. Hal ini dia sampaikan dalam diskusi daring bertema Pentingnya Skrining Kesehatan bagi Pelaku Perjalanan. Acara ini hadir dari kerja sama antara Harian Jogja, Satgas Covid-19 Nasional, Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Asita DIY, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Peraturan perjalanan jangan sering berubah, setiap ada perubahan kami terpaksa mengulang kembali program yang sudah deal dengan konsumen atau dalam hal marketing dan percetakan brosur serta sebagainya,” kata Hery, Jumat (5/11).
“Perlu adanya penerapan peraturan yang relatif konsisten. Kalau tidak akan menimbulan kebingungan dari konsumen.”
Sehingga Asita DIY berharap pembuatan peraturan perjalanan mempertimbangkan para pelaku usaha perjalanan. Setelah lebih dari setahun terpuruk akibat pandemi Covid-19, kini para pelaku usaha ini sedikit demi sedikit mencoba bangkit.
“Kami sangat memerlukan perencanaan dalam bisnis kami. Dalam dunia penerbangan misalnya, tidak bisa mengubah rencana dalam satu atau dua hari,” kata Hery.
Baca Juga
“Kami setuju apabila skrining penumpang [kendaraan umum] penting dan perlu, sebagai upaya pengawasan dan pencegahan penyebaran Covid-19, akan tetapi jangan lupa bahwasanya penerapan peraturan akan menyentuh banyak sisi dari pelaku pariwisata.”
Epidemiolog dari UGM, Bayu Satria Wiratama mengatakan tidak ada patokan pasti perubahan peraturan perjalanan di masa pandemi ini. Namun yang jelas tidak bisa berubah dalam hitungan hari, namun perlu jeda waktu untuk sosialisasi dan kajian.
Perubahan peraturan perjalanan dari pemerintah, dari yang sebelumnya wajib memiliki hasil tes swab PCR, kemudian cukup Antigen dan sebagainya, menandakan apabila pemerintah belum cukup siap membuat peraturan.
“Terlihat dari awal seperti kurang kajian, atau sosialisasi, sehingga banyak yang kaget dengan peraturan PCR meski sudah vaksin dua kali. Kalau mau buat perubahan, [selayaknya] sudah ada kajian dan sosialisasi, serta [mempertimbangkan] stakeholder yang terdampak,” kata Bayu.
Berkaca pada peraturan di luar negeri, warga yang sudah vaksin dua kali tidak memerlukan tes Covid-19 lagi untuk perjalanan. Sehingga perlu ada patokan yang jelas dan konsisten dari pemerintah terkait peraturan ini.
“Justru yang perlu lebih ketat untuk orang dari luar negeri [yang hendak masuk ke Indonesia]. Harus ketat, harus pilih-pilih. Untuk domestik tidak perlu terlalu ketat, pakai Antigen cukup,” kata Bayu.
Menurut Kepala Dishub DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, tujuan utama pemerintah mengeluarkan aturan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Terlebih saat ini di DIY sudah masuk PPKM Level 2 dan pencapaian vaksinasi yang cukup tinggi. Selain itu, peraturan ini juga mempertimbangkan mulai banyaknya wisatawan, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru.
Adapun perubahan peraturan yang cukup cepat merupakan respon pemerintah pada masyarakat. “Ini kebijakan penyesuaian, kebijakan penggunaan Antigen untuk mempermudah, dalam melakukan tes, hasilnya bisa lebih cepat terinformasi [daripada PCR],” kata Ni Made.
Ni Made berharap masyarakat bisa bekerja sama dengan pemerintah saat melakukan perjalanan. Karena tidak mungkin petugas dari Dishub DIY mengecek satu persatu kendaraan yang masuk DIY. “Mohon taat akan apa yang sudah ditekankan, seperti vaksin, kemudian menjaga kesehatan kita. Penggunaan aplikasi Peduli Lindungi juga sangat membantu perjalanan,” kata Ni Made.