Bisnis.com, SEMARANG – Kabupaten Pemalang ternyata menyimpan potensi agro-industri yang beragam. Tak hanya dikenal sebagai Kota Nanas, kini daerah tersebut tengah mencoba peruntungan dengan mengembangkan pusat industri melati.
“Dengan keberadaan penyulingan melati ini, Pemalang akan meningkatkan nilai tambah produk dibandingkan dengan penjualan ekspor dalam bentuk bunga segar,” jelas Mukti Agung Wibowo, Bupati Pemalang, Rabu (10/11/2021).
Mukti mengungkapkan bahwa saat ini, ekspor bunga melati segar telah rutin dilakukan ke beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, hingga Arab Saudi. Meskipun demikian, pihaknya masih ingin merambah pasar Eropa yang memang lebih mencari produk olahan melati seperti esens sebagai bahan baku parfum.
Pemalang sendiri, pada 2019 hingga 2020 lalu, berupaya untuk terus meningkatkan produksi melati. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2019 volume produksi melati di wilayah tersebut dilaporkan di kisaran 2.176 ton. Sementara itu, pada 2020, volume produksi bertambah 2 kali lipat hingga 4.024 ton.
Kebutuhan sari bunga melati sendiri masih belum mampu dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Kebutuhan pasarnya diperkirakan mencapai 2.480 ton per tahun. Dengan potensi volume produksi yang dimiliki, nantinya Kabupaten Pemalang berpotensi menghasilkan 3.066 ton minyak melati per tahun.
“Kita punya tenaga kerja yang cukup besar dan area [produksi] yang cukup besar. Kami akan budidaya melati secara intensif sehingga ada peningkatan hasil bunga melati dibandingkan yang sekarang ini,” ucap Mukti dalam Talk Show Proyek Investasi Jawa Tengah yang menjadi rangkaian Central Java Investment and Business Forum (CJIBF) 2021.
Baca Juga
Untuk mewujudkan proyek tersebut, Pemerintah Kabupaten Pemalang membutuhkan suntikan investasi sebesar Rp28,5 miliar. Dari dana tersebut, Rp12,9 miliar dialokasikan untuk pembebasan lahan sekitar 1,3 hektare yang dibutuhkan untuk membangun sentra penyulingan melati.
“Kami akan siapkan lahan dan perizinan akan kita permudah semuanya. Dan, diperhitungkan untuk investasi sebesar Rp28,5 miliar dengan harga bahan baku sebesar Rp30.000/kilogram, diharapkan benefit yang diperoleh dapat tercapai dengan payback period 3,32 tahun. Dengan Internal Rate of Return (IRR) 33,37 persen,” jelas Mukti.