Bisnis.com, KLATEN — Sebanyak 11 orang di Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Klaten, menolak menjual perkarangan mereka ke tim pembebasan jalan tol Solo-Jogja. Gara-garanya, nilai uang ganti rugi atau UGR yang ditawarkan tim pembebasan jalan tol Solo-Jogja dianggap jauh dari nilai pasaran sehingga hal tersebut justru menimbulkan sakit hati di tengah masyarakat.
Meski sudah ada tawaran senilai Rp3 juta per meter persegi, warga kukuh menolak menjual tanah untuk jalan tol. Warga menginginkan UGR minimal Rp10 juta per meter persegi.
“Harga pasaran tanah di jalan provinsi di Ngawen ini sudah tinggi. Di dekat kecamatan saja sudah senilai Rp5 juta per meter. Itu pun sudah dua tahun yang lalu. Ini, lahan perkarangan saya di pinggir jalan provinsi dihargai Rp3 juta per meter persegi. Bahkan, ada perkarangn milik Pak Muh hanya Rp1,3 juta per meter persegi,” kata warga Ngupit Baru, Desa Ngawen, Mundakir, 60, saat ditemui Solopos.com, di Balai Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Selasa (16/11/2021).
“Kalau seperti ini, apakah kami enggak kecewa? Enggak sakit hati? Kami jelas sakit hati. Minimal harus Rp10 juta per meter. Jika tidak dipenuhi, kami tak akan menjual perkarangan kami. Lebih baik gagalkan saja, enggak usah lewat lahan kami,” jelas Mundakir.
Mundakir mengatakan pekarangan miliknya yang akan terdampak jalan tol Solo-Jogja seluas 93 meter persegi. Dirinya bersama dengan 10 warga lain di Dukuh Ngupit Baru telah sepakat menolak menjual tanah jika UGR yang ditawarkan tim pembebasan jalan tol Solo-Jogja jauh lebih rendah dari harga pasaran.
“UGR di kawasan Polanharjo itu bisa 3-4 kali lipat dari harga pasaran. Kalau di sini kan ada jalan provinsi. Masak hanya Rp3 juta per meter. Silakan cari yang lain saja. Di sini yang jelas menolak menjual tanah ada 11 orang. Selain saya, ada Pak Agung, Pak Dani, Pak Muji, Pak Andri, Pak Udin, Pak Martoyo, Pak Supri, Pak Hendrik, Pak Jumadi, Pak Muh. Kami akan melihat prosedurnya terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan,” katanya.
Baca Juga
Berdasarkan pantauan JIBI, warga terdampak jalan tol Solo-Jogja di Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, mengikuti Musyarawah Penetapan Bentuk Kerugian Pengadaan Tanah Jalan Tol Kulonprogo-Jogja-Solo di balai desa setempat, Selasa (16/11/2021) pukul 10.00 WIB.
Hadir di kesempatan itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) jalam tol Solo-Jogja, Wijayanto; Kepala Seksi (Kasi) Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten, Sulistiyono; General Manager Lahan dan Utilitas PT JogjaSolo Marga Makmur (JMM) selaku pengembang jalan tol Solo-Jogja, Muhammad Amin; Camat Ngawen, Anna Fajria Hidayati; Kepala Desa (Kades) Ngawen, Shofik Ujiyanto; dan tamu undangan lainnya.
Pada kesempatan tersebut, warga Ngawen secara aklamasi menyetujui bentuk kerugian jalan tol Solo-Jogja diwujudkan dalam uang. Setelah menyatakan setuju, masing-masing warga terdampak jalan tol Solo-Jogja mulai dipanggil tim pembebasan lahan.
Di hadapan tim pembebasan lahan, warga terdampak jalan tol Solo-Jogja mulai menerima surat berisi besarnya UGR. Bagi warga yang setuju dengan UGR dipersilakan meneken berita acara musyawarah penetapan ganti kerugian.
Warga yang masih ragu-ragu dipersilakan pikir-pikir selama selama dua hingga tiga hari. Sedangkan warga yang menolak dipersilakan mengajukan gugatan ke pengadilan setelah 14 hari pelaksanaan musyawarah penetapan ganti kerugian.
Warga Desa Ngawen lainnya, Pradito, mengaku masih pikir-pikir menyikapi penawaran UGR yang telah disampaikan tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja. Sesuai rencana, lahan perkarangannya yang terdampak jalan tol Solo-Jogja mencapai 200 meter persegi.
“Lahan saya ada dua bidang. Yang pertana seluas 175 meter persegi. Lahan kedua seluas 25 meter persegi. Saya masih pikir-pikir dengan UGR ini karena harus diobrolkan dengan anggota keluarga yang lain terlebih dahulu,” katanya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) jalan tol Solo-Jogja, Wijayanto, mengatakan setiap warga terdampak jalan tol Solo-Jogja diberikan kebebasan untuk menerima, pikir-pikir, atau pun menolak penawaran UGR dari tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja. Sepanjang ada penolakan, warga yang bersangkutan dipersilakan mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Tak ada mekanisme lain selain di pengadilan [saat warga tak setuju dengan penawaran dari tim pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja]. Kami imbau ke masyarakat untuk bertanya kepada pihak yang mengerti [tim pembebasan lahan]. Enggak perlu tanya kanan-kiri. Kalau pun ada yang tak setuju, tak akan mempengaruhi jadwal pembebasan lahan ke depan [termasuk pembangunan jalan tol Solo-Jogja],” katanya.