Bisnis.com, SEMARANG – Perubahan paradigma pemerintah yang dulunya melihat energi sebagai pundi-pundi pendapatan negara menjadi sorotan.
Guru Besar Departemen Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendarlianto, menyebut kini pemerintah melihat sumber energi sebagai prospek tumbuhnya industri baru yang menyimpan trickle down effect.
“Sehingga pertumbuhan ekonomi didapatkan dari era industri dari sumber energi yang kita miliki,” jelas Deendarlianto, dikutip Senin (20/6/2022).
Deendarlianto menjelaskan transisi dari energi tinggi karbon ke Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan sebagai salah satu keniscayaan. Pasalnya, tren tersebut terjadi di seluruh dunia.
“Kalau Indonesia tidak masuk dalam trendsetter dunia yang seperti itu, tentu saja produk Indonesia yang dihasilkan dari energi fosil susah bersaing dan tidak mendapat tempat di market internasional,” jelasnya.
Saat ini, Indonesia sendiri tengah mengalami fase transisi dari energi fosil ke EBT. Prosesnya sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah di tahun 2025, 2030, dan 2060. “Ini merupakan tantangan besar bagi kita, bagaimana bisa mewujudkannya,” ucap Deendarlianto dalam sesi diskusi yang digelar secara daring.
Baca Juga
Deendarlianto memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam proses transisi menuju EBT tersebut. Tak cuma dari sisi teknis semata, namun tantangan tersebut juga mesti dilihat dari sisi ekonomi. Salah satu tantangan yang mesti dihadapi adalah masih terpusatnya rantai manufaktur serta kebutuhan energi di Pulau Jawa.
“Fakta juga membuktikan bahwa hampir 90 persen industrialisasi untuk manufaktur komponen energi surya, mulai manufaktur menengah dan besar, itu berada di daerah Jawa,” jelasnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) juga memiliki tantangan yang khas. Dimana kedua pembangkit listrik itu memerlukan komponen baterai untuk berfungsi. Artinya, Deendarlianto menyebut, pemerintah juga perlu memberikan dukungan bagi pengembangan industri baterai dari dalam negeri.
“Kita mendorong agar adanya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan fasilitas industri yang sesuai dengan industri prioritas. Juga perlu mendukung dalam aspek regulasi dan insentif yang diberikan kepada industri tersebut,” jelas Deendarlianto.