Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ambisi Blackbird Coffee Perkenalkan Budaya Minum Kopi di Surakarta

Blackbird Coffee banyak mengambil biji kopi dari sekitaran Surakarta. Untuk jenis robusta, bisa menghabiskan 150-200 kg kopi Wonogiri.
Blackbird Coffee pertama kali berdiri pada 2017 lalu. / Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan
Blackbird Coffee pertama kali berdiri pada 2017 lalu. / Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan

Bisnis.com, SEMARANG - Semarak acara pernikahan Kaesang-Erina yang digelar pada Minggu (11/12/2022) tak cuma dirasakan masyarakat Surakarta. Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga ikut merasakan peningkatan pesanan.

Blackbird Coffee, salah satu kedai di wilayah Surakarta, bahkan jadi markas sementara bagi tim keamanan yang berasal dari aparat kepolisian dan TNI. Manajer Operasional Blackbird Coffee, Lilik Ektu Budi Kristiawan, mengaku banyak aparat yang mampir ke kedai kopi selepas mengawal acara pernikahan putera Presiden Joko Widodo tersebut.

"Kalau untuk tamu undangan pernikahan memang tidak terlalu banyak yang mampir. Tapi untuk aparat yang jaga acara, malah banyak," kata Lilik saat dihubungi Bisnis.

Blackbird Coffee sendiri pertama kali berdiri pada 2017 lalu. Kedai kopi bergaya modern ini adalah bisnis keluarga. Mulanya, si pemilik membuat kedai kopi untuk menjamu klien bisnis orangtuanya yang bergelut pada sektor usaha garmen dan tekstil.

"Setelah lihat perkembangannya, kok bagus. Akhirnya keluarga si pemilik ini bangun lagi cabang yang lain. Saat ini sudah ada tiga cabang," jelas Lilik.

Lilik mengungkapkan bahwa Blackbird Coffee banyak mengambil bahan baku berupa biji kopi dari sekitaran Surakarta. Untuk biji kopi jenis robusta, Blackbird Coffee bisa menghabiskan 150-200 kg biji kopi asal Wonogiri.

"Menu paling laris masih tetap sama, Cafe Latte sama Capucino masih the best. Tapi untuk Blackbird Coffee Gatot Subroto, konsep kita memang jadi tempat ngopi. Single Origin-nya lumayan kenceng. Varian dan stok biji kopinya juga lebih banyak di sana," jelas Lilik.

Jual Kopi di Tengah Budaya Minum Teh

Membuka kedai kopi di Surakarta bisa dibilang susah-susah gampang. Pasalnya, sebagaimana budaya yang dipegang di Jawa Tengah, masyarakat lebih akrab dengan teh sebagai minuman sehari-hari.

"Orang masih beranggapan kalau kopi itu tidak sehat. Tidak cocok di lambung. Orang juga beranggapan kopi itu hanya terasa pahit. Kalau orang awam, dikasih arabika malah dikira kopi basi, karena asam," jelas Lilik.

Untuk itu, Lilik tak sembarang memilih orang untuk jadi barista di Blackbird Coffee. Ada proses pembelajaran yang mesti dilewati, itu pun tidak singkat.

Calon barista minimal diperkenalkan dengan teknik mengicipi kopi, atau cupping. Buat mereka yang fokus untuk menyiapkan menu single origin, setiap harinya ada tiga jenis kopi yang mesti di-cupping. Menurut Lilik, kebiasaan itu perlu dilatih untuk mengasah sensitivitas rasa seorang barista.

"Caranya mencari rasa itu seperti apa. Basic ini yang harus dipelajari dulu. Kalau cuma teknik menyeduh, tubruk pun bisa," tambahnya.

Selain mengurus operasional Blackbird Coffee, Lilik memang lebih banyak mengisi kelas dan pelatihan di Coffee and Cocoa Training Center (CCTC). Fasilitas yang didirikan oleh Prof. Dr. Sri Mulato, praktisi sekaligus peneliti kopi Tanah Air yang punya jam terbang tinggi pada industri tersebut. Tak heran jika Lilik akrab dan sangat concern dengan sumber daya manusia (SDM) di bidang usaha kopi.

Lebih lanjut, Lilik menyebut pasar kopi di Jawa Tengah, khususnya Surakarta masih sangat menjanjikan. Meskipun ada pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan, namun peluang menjaring cuan masih terbuka lebar.

"Warung kopi keliling pun masih menjanjikan. Apalagi ketika mereka berani tampil beda, punya identitas dan karakter. Itu yang dicari konsumen sekarang ini. Tinggal kita mengemasnya bagaimana, kreativitas dan manajemennya seperti apa," kata Lilik.

Poin terakhir, soal manajemen, memang berpengaruh banyak bagi kelangsungan usaha kedai kopi. Bahkan, Lilik mengungkapkan banyak kedai yang gulung tikar karena salah manajemen. Perkara konsumen dan menu, menurutnya, bisa dicari sembari menjalankan usaha.

"Sekarang juga banyak bermunculan kedai kopi milenial. Kadang baristanya tidak bisa menjelaskan produknya. Padahal, kita di dunia food & beverage itu harus berkomunikasi dengan konsumen, supaya mereka nyaman. Tingkat kenyamanan ini juga penting buat diperhatikan," jelas Lilik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper