Bisnis.com, SEMARANG — Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun ini akan berada pada kisaran atas dari target pertumbuhan ekonomi yang berada pada rentang 4,5 persen—5,3 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra, menjelaskan bahwa optimisme tersebut didukung oleh masih kuatnya dukungan konsumsi domestik serta derasnya investasi yang masuk ke Jateng.
“Pendorongnya dari konsumsi domestik dan investasi. Di Jateng masih ada Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang berjalan yakni jalan tol Solo—Yogyakarta, juga ada pembangunan 10 pabrik baru di Kawasan Industri Terpadu Batang yang masih akan berlangsung setidaknya hingga akhir tahun ini,” ujarnya dalam acara media briefing Angkring in The Morning, Rabu (10/5/2023).
Pada kuartal I/2023, pertumbuhan ekonomi Jateng tercatat mencapai 5,04 persen (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian di Pulau Jawa dan pertumbuhan ekonomi nasional yang masing-masing tumbuh sebesar 4,96 persen (yoy) dan 5,03 persen (yoy).
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Jateng bersumber dari konsumsi rumah tangga yang memiliki andil terhadap PDRB sebesar 3,11 persen dan tumbuh sebesar 5,31 persen (yoy).
Sementara dari sisi lapangan usaha, sumber pertumbuhan berasal dari sektor lapangan usaha utama industri pengolahan yang tumbuh sebesar 4,12 persen (yoy). Peningkatan sektor tersebut terutama disebabkan oleh perbaikan konsumsi domestik seiring dengan inflasi yang mulai menurun pada awal tahun serta persiapan momentum Ramadan dan Lebaran.
INFLASI TERKENDALI
Lebih lanjut, capaian inflasi enam kota gabungan di Jateng pada April 2023 capai 0,28 persen (mtm), terendah sepanjang historis periode Idulfitri. Inflasi periode Lebaran tahun ini merupakan yang terendah dibandingkan rata-rata periode lebaran beberapa tahun terakhir sebesar 0,48 persen (mtm).
Menurut Rahmat, penurunan inflasi tersebut dipengaruhi oleh kelompok transportasi dipengaruhi oleh deflasi tarif angkutan udara seiring dengan penambahan frekuensi penerbangan, serta masa berlaku penerapan biaya tambahan (fuel surcharge) kepada maskapai penerbangan yang sudah berakhir. Penurunan harga avtur juga diperkirakan menjadi penyebab penurunan tarif angkutan udara.
Sementara itu, penurunan inflasi tertahan oleh kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami peningkatan inflasi sebesar 0,66 persen (mtm). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh komoditas daging ayam ras dan beras. Kenaikan harga daging ayam ras dan beras didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat seiring dengan momentum festive season Idulfitri 1444 H.