Bisnis.com, SEMARANG - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), mendapati tren kenaikan dan penurunan muka air tanah di pesisir pantai utara (Pantura) Jateng.
Kepala Dinas ESDM Boedyo Dharmawan menjelaskan jajarannya saat ini telah memiliki 92 unit sumur pantau yang terkoneksi dan berfungsi untuk memantau penurunan dan kenaikan muka air tanah di seluruh wilayah Jateng.
Sebagai contoh, di Kota Semarang sendiri, menurutnya kondisi muka air tanah di pesisir pantai utara Kota Semarang hingga Kabupaten Demak sudah rusak.“Di wilayah Semarang kondisinya sudah rusak zonanya. Meski ada titik-titik tertentu yang kondisinya berbeda,” jelas Boedeyo dalam seminar PPSDM Geominerba Strategi Pro Aktif Untuk Mengatasi Krisis Air Tanah, Rabu (26/6/2024).
Berdasarkan data monitoring tersebut, beberapa wilayah pesisir utara yang mengalami penurunan muka air tanah misalnya Jalan Dr. Cipto SMKN 1 Kota Semarang, mengalami penurunan sampai 5,08 meter selama 3 tahun terakhir. Pada Jalan Imam Bonjol, mengalami penurunan 2,84 meter selama 2 tahun terakhir.
Kemudian Tanah Mas Semarang Utara, mengalami penurunan 0,30 meter selama 2 tahun terakhir.Kemudian beberapa wilayah yang mengalami kenaikan muka air tanah misalnya wilayah UNDIP Pleburan, mengalami kenaikan 1,45 meter selama 6 tahun terakhir.
Kawasan industri Wijayakusuma Semarang, mengalami kenaikan 0,23 meter selama 10 tahun terakhir. Serta wilayah BSB City, mengalami kenaikan 0,14 meter selama satu tahun terakhir.
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Air Tanah Badan Geologi Kementerian ESDM Budi Joko Purnomo menjelaskan bahwa ketergantungan air tanah untuk kebutuhan domestik rumah tangga baik di daerah perkotaan maupun pedesaan saat ini masih di atas 90%.
Data ini menunjukkan pengembangan PDAM masih rendah. Padahal, saat ini kondisi beberapa daerah di Pulau Jawa telah mengalami land subsidence atau penurunan muka tanah, antara lain di wilayah Jakarta-Bekasi, Bandung, Pekalongan, Surabaya-Gresik, Sidoarjo, dan Semarang Demak.
Menurutnya, pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menjadi salah satu faktor terjadinya land subsidence.“Meski bukan penyebab satu-satunya, ya. Tapi ini merupakan salah satu pendorong terjadinya penurunan muka tanah,” terang Budi.
Di Pantura Pulau Jawa misalnya, penyebab lain yang dapat menyebabkan land subsidence selain pengambilan air tanah berlebihan adalah kompaksi alami, tektonik, dan pembebanan.
Sebelumnya, Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung Abdul Rohim mengatakan bahwa isu utama saat ini adalah pemanasan global. Imbasnya, perubahan musim sulit untuk diprediksi sementara intensitas hujan yang turun terus mengalami peningkatan. Dibarengi dengan penurunan muka tanah, kondisi ini dapat mengancam tenggelamnya beberapa pulau di Jawa.
“2035 diperkirakan akan ada kenaikan suhu permukaan 2 derajat, maka kenaikan muka air laut 50-70 cm. Tahun 2100 diprediksi 115 pulau di Indonesia akan tenggelam. Jadi ini memang satu lingkaran yang tidak terputus,” beber Abdul. (Vatrischa Putri Nur Sutrisno)