Bisnis.com, SEMARANG - Investasi dari sektor otomotif mulai memasuki Jawa Tengah. Fenomena itu membawa harapan baru di tengah melemahnya sektor industri andalan Jawa Tengah yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
"Untuk otomotif kita akan ada industri ban. Dia masuk bulan Desember tahun lalu. Selain itu, ada industri Electric Vehicle (EV) Battery yang termasuk komponen otomotif. Ada juga perusahaan sparepart otomotif yang sudah masuk, tetapi belum memulai konstruksi [pabrik]," jelas Juliani Kusumaningrum, Head of Marketing & Sales Kawasan Industri Kendal (KIK), dikutip Senin (8/7/2024).
Beberapa perusahaan dari sektor otomotif tersebut langsung memanfaatkan jaringan pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) 1 yang sudah tersambung ke KIK sejak pengujung 2023 lalu. Fasilitas serupa juga dimanfaatkan oleh sektor industri makanan dan minuman serta TPT. Selain jaringan distribusi gas bumi, investor di KIK juga bakal menikmati pasokan listrik tegangan tinggi.PLN tengah melakukan pembangunan gardu induk tegangan tinggi sebesar 150 KV yang ditargetkan rampung pada Semester II/2025 mendatang.
Juliani mengungkapkan bahwa hingga hari ini, KIK telah melayani 107 tenant dari berbagai negara. Kawasan industri milik pengembang PT Jababeka Tbk (KIJA) dan Sembcorp Development Ltd tersebut kebanyakan menampung investasi pabrik-pabrik baru berorientasi ekspor.
"Ini demand-nya strong kok, dan seperti tidak hanya di KIK, bahkan di Jawa Tengah sendiri. Ini lumayan merata, tidak hanya di Kendal tetapi juga sampai Kota Semarang dan Demak. Menurut saya seperti itu trennya," jelas Juliani kepada Bisnis.
Masuknya investasi pada sektor industri di luar TPT diharapkan mampu memberikan efek jangka panjang bagi kinerja manufaktur Jawa Tengah. Hal tersebut menjadi salah satu isu strategis, mengingat sektor usaha manufaktur memiliki kontribusi yang signifikan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut.
Baca Juga
Ekonom Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, menyampaikan bahwa kontribusi manufaktur bagi PDRB Jawa Tengah berkisar di angka 34%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding nasional yang berkisar di angka 19%-20%.
"Tetapi memang saat ini kecenderungannya menurun, meskipun pelan," tambahnya saat dihubungi Bisnis.
Wahyu menyebut bahwa Jawa Tengah perlu melakukan diversifikasi serta peningkatan kompleksitas produk industri untuk bisa mempertahankan kinerja manufakturnya. Hal tersebut dilakukan mengingat rendahnya produktivitas TPT Jawa Tengah serta meningkatnya persaingan dagang untuk komoditas lain seperti Industri Hasil Tembakau (IHT) dan industri produk kayu dan kulit.
"Ini tidak mudah, secara konseptual. Followup dari implementasinya adalah tantangan yang lain. Karena harus bisa tracking industri yang berbeda dengan dukungan ekosistem yang memang cocok untuk industri itu," jelas Wahyu.