Bisnis.com, SOLO - Kisah sukses Jumariyanto berawal pada 2012 bertindak sebagai reseller produk-produk olahraga, seperti raket, sepatu, dan kostum. Dari produk yang laku itu, pria 37 tahun ini melakukan survei kecil-kecilan dan analisis SWOT.
Sebagai informasi, SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.
Hasilnya, kebanyakan produk yang laku adalah perlengkapan olahraga voli. “Saya rumuskan ternyata ada karakter di voli itu yang tidak ditemui di olahraga lain,” tuturnya saat berbincang dengan Bisnis belum lama ini.
Dia bercerita saat menjual sepatu voli merek Mizuno original, dia kaget karena bisa terjual habis 25 pasang dalam sebulan. Padahal, sepatu voli merek Mizuno original itu dibanderol Rp1,5 juta per pasang.
“Pertanyaannya kalau segini banyaknya, yang main siapa? Saya pikir atlet-atlet profesional, ternyata bukan. Tarkam [turnamen antarkampung],” ungkapnya.
Lebih gila lagi, dua bulan berikutnya orang yang beli sepatu tadi melakukan pembelian lagi, tetapi merek lain, yakni Mitzuda. Namun, harganya sekitar Rp650.000, sedikit lebih murah dibandingkan Mizuno.
Baca Juga
“Saya kaget, lalu tanya kenapa beli lagi padahal baru kemarin beli sepatu ori? Kalo itu [pembelian pertama] buat tarkam, kalo ini buat sparring,” ujar owner PT Regarsport Industri Indonesia ini.
Tos, dia semakin yakin bahwa ada keunikan tersendiri bagi pecinta olahraga voli, terutama dalam hal kemampuan mengeluarkan uang (spending money).
Awal berdiri pada 2014, PT Regarsport Industri Indonesia berbadan hukum usaha dagang (UD) yang berbasis di Wonogiri, Jawa Tengah.
Melihat pasar produk-produk olahraga yang sangat terbuka lebar, Jumariyanto mulai memfokuskan diri untuk menjadi penyedia produk jersey seragam olahraga.
Dengan berbekal ruang kecil di rumahnya, dia mulai menerima pesanan jersey. Saat itu, ia hanya menerima jersey untuk olahraga voli.
Regarsport dan Jumariyanto mulai melebarkan pasar. Dari produksi yang awalnya menggunakan teknik sablon, pada 2016 direvolusi menjadi jersey printing. Regarsport mulai menegaskan diri menjadi yang terdepan karena saat itu jersey printing belum begitu banyak berkembang.
Saat baru berdiri pada 2014, omzet Regarsport hanya sekitar Rp360 juta, lalu melonjak di 2015 menjadi Rp1,2 miliar. Di 2016 omzet kembali meningkat menjadi Rp4,2 miliar per tahun, lalu setahun berikutnya meningkat drastis mencapai Rp16 miliar per tahun. Terakhir pada tahun lalu, omzet kembali berlipat menjadi Rp36 miliar per tahun.
Omzet tahun ini ditargetkan Rp60 miliar seiring dengan selesainya pabrik yang diproyeksikan bisa menampung 1.250 pekerja.
Kapasitas produksi dari hanya 1 lusin per hari di 2014, kini meningkat tajam menjadi 150 lusin stel per hari di 2019. Dengan hanya beranggotakan 10 orang karyawan pada 2014, kini Regarsport menaungi sekitar 570 karyawan, 250 agen, dan 2.500 reseller di seluruh Indonesia.
Dulu hanya ada satu genre jersey yang dikerjakan, sekarang Regarsport hadir dengan 10 genre jersey yang siap melayani para pelanggannya, mulai dari olahraga, hobi, hingga hijab.
Karena produksi tidak dapat terpenuhi, Regarsport ikut memberdayakan masyarakat melalui titik-titik jahit yang dibentuk dan dikelola di 13 kecamatan di Wonogiri, yang melibatkan ibu-ibu atau remaja putri.
Dengan media sosial Facebook, Regarsport mulai memperluas pasar dan jaringan. Dari menjadi penjual langsung ke end user, hingga kini penjualan sudah melalui agen dan reseller.
Facebook menjadi salah satu kanal informasi dan koordinasi jaringan bisnis Regarsport. Dengan digital base marketing, Regarsport tidak memerlukan terlalu banyak biaya untuk memasarkan produknya.
Bahkan, salah satu jargon Regarsport yang dikenalkan kepada para calon agen dan reseller-nya adalah bisnis ini adalah bisnis tanpa modal.
Kenapa tanpa modal? Karena bagi agen yang bergabung sama sekali tidak dipungut biaya, dia hanya butuh handphone yang saat ini nyaris sudah dimiliki semua masyarakat.
Dari handphone itulah dia menjalankan bisnis dengan memasarkan lewat media sosial, termasuk melakukan pesanan dan melakukan pembayaran. “Sederhana dan hemat, namun sangat efektif dan menguntungkan,” kata ayah tiga anak ini.
Bagaimana bisa dibilang bisnis Regarsport menguntungkan bagi para agen dan reseller? Bukankah keuntungan hanya sepenuhnya milik perusahaan? Tidak.
Regarsport menganut salah satu nilai yang menjadi filosofi perusahaan yaitu “Teman itu Sukses Bareng”. Dari filosofi inilah, pembagian keuntungan bagi para agen dan reseller dibuat sebaik mungkin.
Sebagai informasi, salah satu agen dengan penghasilan terbesar saat ini mencapai omzet lebih dari Rp500 juta per bulan dengan keuntungan yang dia dapat mencapai Rp130 juta per bulan.
“Dan ini bisnis yang hanya dikerjakan di rumah karena semua unit produksi dan pengiriman telah dilakukan oleh manajemen Regarsport,” tuturnya.
Satu lagi yang menarik adalah sebagai perusahaan fesyen yang mengandalkan desain dan berbasis digital, tentunya Regarsport membutuhkan banyak tenaga ahli di bidang desain dan IT.
Namun, itu tidak terjadi, sebagian besar desainer dan tenaga IT yang ada di Regarsport adalah anak-anak lulusan SMK yang belajar bersama untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaan akan desain dan IT lalu mengembangkannya.
Kebijakan ini diambil perusahaan karena perusahaan lebih suka membangun sumber daya daripada menerima sumber daya yang sudah jadi yang kadang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Alumnus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (sekarang Institut Pemerintahan Dalam Negeri) angkatan 1999 ini memutuskan mundur sebagai aparatur sipil negara (ASN) per 1 Februari 2019. Alasan utamanya adalah tanggung jawab mengelola para pekerja yang semakin bertambah.