Bisnis.com, SEMARANG – Dampak pandemi masih cukup dirasakan pelaku usaha sektor pariwisata di Jawa Tengah. Sepinya jumlah kunjungan wisatawan serta rendahnya tingkat keterisian kamar hotel membuat omzet pengusaha menurun drastis.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Jawa Tengah memutuskan untuk tidak menentukan target jumlah kunjungan wisatawan di tahun ini.
“Kami (Disporapar Provinsi Jawa Tengah), selaku yang mengampu kebijakan, mengambil langkah untuk tidak memasang target (jumlah kunjungan wisatawan). Tetapi [Disporapar Provinsi Jawa Tengah memilih untuk] meningkatkan kesadaran sekaligus pelayanan dalam penerapan protokol kesehatan di sektor pariwisata, sambil melihat perkembangan yang ada,” jelas Sinoeng Noegroho Rachmadi, Kepala Disporapar Provinsi Jawa Tengah, Senin (22/2/2021).
Sebelumnya, Sekretaris Taman Wisata Candi (TWC), Emilia Eny Untari mengungkapkan bahwa pada tahun 2021, target kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur dipatok di angka 1 juta wisatawan. Angka tersebut menurun drastis, apabila dibandingkan dengan tahun 2019 dimana target kunjungan wisatawan mencapai 4,7 juta wisatawan.
Kepada Bisnis, Sinoeng mengungkapkan bahwa pengelola destinasi wisata memang dipersilakan untuk menerima wisatawan yang datang. Meskipun demikian, protokol kesehatan masih menjadi syarat utama yang mesti dipenuhi. Untuk mengurangi risiko penyebaran Covid-19, Disporapar Provinsi Jawa Tengah juga menutup akses kunjungan wisatawan mancanegara.
“Kalau [wisatawan] luar negeri kita stop. Prioritas pertama wisatawan [asal] Jawa Tengah sendiri, internal provinsi. Kedua eksternal provinsi. Itu pun menerapkan pembatasan dalam jumlah [wisatawan] dan jam operasional,” jelasnya.
Baca Juga
Adapun terkait kunjungan wisatawan luar negeri di Jawa Tengah, menurutnya, bukanlah wisatawan yang berasal dari luar negeri. “Mereka tidak datang dari luar, tapi ekspatriat Jawa Tengah yang sudah ada di Indonesia, jadi konsultan, dosen, dan sebagainya,” tambahnya.
Sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, dan Environment (CHSE) juga terus digiatkan bagi pengelola objek wisata, hotel, juga restoran di Jawa Tengah. “Antusiasme pelaku pariwisata sangat besar, ini yang kita dorong kemarin untuk meningkatkan kuota sertifikasi. Untuk memberikan keyakinan sekaligus kenyamanan pada para wisatawan itu sendiri, serta pelaku usaha,” jelasnya.
Bantuan juga akan diberikan bagi pelaku usaha sektor pariwisata melalui skema dana hibah. Sinoeng mengungkapkan bahwa Disporapar Provinsi Jawa Tengah masih terus mengusahakan bantuan hibah tersebut. “Rencana itu kemarin bukan hanya kami dorong kepada Kemenparekraf, tapi juga kami datangkan DPD, kemudian juga anggota Komisi X DPR-RI,” tambahnya.
Nantinya, penyaluran dana hibah akan diberikan langsung kepada pengelola objek wisata ataupun pengusaha hotel dan restoran di Jawa Tengah. “Ini untuk mempercepat dalam proses administrasi, sekaligus memberikan edukasi kepada penerima hibah untuk bertanggung jawab di dalam melaksanakan bantuan itu,” jelasnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Jawa Tengah mencatat bahwa kinerja pariwisata masih belum sepenuhnya membaik. Kebijakan pemerintah daerah juga tak sepenuhnya berdampak positif bagi pelaku usaha. Dalam pelaksanaan Jateng di Rumah Saja, misalnya, kerugian yang dialami sektor industri perhotelan di Jawa Tengah diperkirakan mencapai angka miliaran.
“Anggap saja satu hotel omzetnya rata-rata bisa Rp40-60 juta, ada yang Rp100 juta satu hotel, tinggal dikalikan saja. Kalau kerugiannya bisa miliaran,” jelas Bambang Mintosih, Wakil Ketua PHRI Provinsi Jawa Tengah.
Kalangan pengusaha hotel sangat mengharapkan bantuan berupa stimulus pariwisata dari pemerintah. Pasalnya, di masa pandemi pengusaha mengaku kewalahan untuk memenuhi biaya operasional, terlebih dengan pendapatan harian yang masih turun.