Bisnis.com, YOGYAKARTA – Pakar kebijakan publik UGM, Agustinus Subarsono, berpendapat diperlukan persiapan matang sebelum rencana pembelajaran tatap muka bisa dijalankan. Meskipun pembelajaran tatap muka lebih baik.
“Orang itu kan makhluk sosial, sehingga ada keinginan bertemu dengan teman, guru, bukan sekadar untuk sekolah tapi juga untuk berinteraksi,” jelasnya melalui keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Pembelajaran tatap muka dinilai lebih menguntungkan ketimbang pembelajaran daring. Pasalnya, persepsi siswa jauh lebih mudah menangkap pembelajaran tatap muka. “Apapun rumusnya, tatap muka lebih menguntungkan, tapi karena darurat, daring ya dinilai sebagai solusi tepat daripada tidak sekolah sama sekali,” jelasnya.
Agustinus juga mengingatkan pihak sekolah untuk memikirkan pembagian kelas apabila pembelajaran tatap muka benar-benar berlangsung pada Juli nanti. Pasalnya, pembatasan kapasitas ruang kelas pasti akan mempengaruhi sistem pembelajaran yang sudah ada.
“Jika ternyata tidak dapat masuk bersama, cara bergantian bisa dipakai sebagai solusi. Itu pendapat saya, jika ruang kelas tidak memenuhi maka dalam seminggu ada lima hari atau enam hari pembelajaran, bisa saja masuk tiga hari dan tiga hari di rumah,” jelasnya.
Tak hanya pembatasan kapasitas penggunaan ruang kelas, durasi jam belajar juga perlu disesuaikan. “Menyangkut durasi yang lamanya mungkin 45 menit atau 40 menit perlu diperpendek, agar siswa tidak terlalu lama di sekolah, sebab kepala sekolah dan guru-guru juga mengalami kesulitan dalam mengontrol interaksi di antara mereka di sekolah,” jelasnya.
Baca Juga
Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Diana Setiawati, mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 sangat berdampak bagi perkembangan anak-anak usia pra-sekolah dan SMA. Pasalnya, anak-anak pra-sekolah sedang berada dalam usia emas yang sangat baik untuk belajar membaca, berjalan, dan berbicara.
Masa-masa SMA juga merupakan saat penting dimana anak-anak akan menentukan masa depannya ke depan. Apakah ingin melanjutkan kuliah ataupun bekerja. “Ya sebenarnya anak-anak SMP dan SMA ini kehilangan kesempatan. Karena dalam situasi seperti ini keluarga memiliki peran yang sangat esensial terhadap hal itu,” jelas Diana.
Sebelumnya, untuk mempersiapkan pembelajaran tatap muka, sekitar 11.000 guru dan tenaga pendidikan di Kabupaten Bantul telah mendaftarkan diri untuk divaksinasi. Guru SD menjadi kelompok pertama yang diprioritaskan menerima vaksin. Sementara itu, di Jawa Tengah, 140 sekolah akan dilibatkan dalam uji coba pembelajaran tatap muka. Uji coba tahap pertama akan digelar pada 5 – 16 April.