Bisnis.com, SEMARANG — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah mencatat sepanjang periode 1 Januari-8 September 2023, terjadi 171 kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Bencana tersebut dilaporkan oleh 29 kabupaten dan kota dengan jumlah luasan lahan yang terbakar mencapai 507.658 hektare.
"Kalau bicara lahan produktif atau hutan produktif, jelas ada kerugian dari kayunya. Tapi lahan tidak produktif dampak negatifnya adalah asap. Di pinggir tol itu, secara spesifik, dampak kebakaran bisa mengurangi jarak pandang," jelas Bergas Catursasi Penanggungan, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Provinsi Jawa Tengah, Rabu (13/9/2023).
Bergas menyebut, pihaknya terus memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mewaspadai potensi terjadinya karhutla di musim kemarau seperti ini. Pemilik lahan nonproduktif diminta buat merawat dan menjaga lahannya agar tidak menjadi sumber kebakaran. Hal yang sama juga disampaikan kepada pemilik lahan produktif.
Masalahnya kemudian, usai musim panen, petani di Jawa Tengah masih punya kebiasaan untuk membakar lahan pertaniannya. Langkah itu dilakukan buat menghemat tenaga dan ongkos pembersihan sisa tanaman yang sudah selesai dipanen.
Bergas menyayangkan langkah tersebut. Pasalnya, pembakaran yang disengaja itu bisa saja meluas ke lahan lain dan api menjadi tidak terkendali.Dari data yang dihimpun BPBD Provinsi Jawa Tengah, kebakaran memang rawan terjadi di lahan pertanian.
Dari 171 kejadian, dilaporkan ada 156 kejadian kebakaran lahan. Luas kebakaran lahan bahkan mencapai 227.863 hektare. Beberapa wilayah yang jadi sentra pertanian Jawa Tengah menjadi penyumbang terbesar kejadian kebakaran lahan itu.
Baca Juga
Lima di antaranya adalah Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, serta Kabupaten Wonogiri.Pada perkembangan lain, Bergas menyebut bahwa Jawa Tengah hingga kini masih fokus buat menangani bencana kekeringan yang terjadi akibat fenomena cuaca El Nino. Hingga 7 September 2023, 23,9 juta liter air bersih sudah didistribusikan ke 684 desa di Jawa Tengah.
"Kalau tahun ini, air bersihnya ada. Tahun depan juga ada. Cuma jumlahnya tidak banyak dan wilayah yang terdampak terus meluas. Masalahnya di sarana dan prasarana distribusi. Selama ini kami pakai tangki, kalau pakai jaringan pipa air itu investasinya luar biasa," jelas Bergas.
Bergas mengimbau masyarakat buat menghemat air selama musim kemarau tahun ini. Lebih lanjut, pemerintah daerah di tingkat kabupaten dan kota diminta buat memanfaatkan potensi wilayah yang ada dengan optimal. Baik melalui penyaluran air dari waduk atau memanfaatkan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pengadaan air bersih.
"Jangka panjangnya, masyarakat atau pemerintah desa harus punya embung untuk mengantisipasi musim kemarau lagi. Bagi wilayah yang tidak memungkinkan mendirikan embung, solusinya adalah dengan menabung air hujan. Tiap rumah harus panen air hujan sendiri, tapi ditahan untuk musim kering," jelas Bergas saat ditemui Bisnis.