Bisnis.com, SEMARANG - Penyebaran wabah Corona membuat pemerintah di seluruh dunia mengeluarkan kebijakan untuk membatasi aktivitas di luar rumah warga negaranya.
Kebijakan tersebut berdampak kuat pada keseimbangan internal maupun keseimbangan eksternal seluruh negara. Hal tersebut pada gilirannya berdampak pada perekonomian nasional dan Jawa Tengah sehingga telah menyebabkan kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi di Jawa Tengah tidak sebaik triwulan sebelumnya.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Mei 2020, perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2020 tumbuh 2,60% (yoy), atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,34% (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Soekowardojo mengatakan, seluruh komponen konsumsi masyarakat mengalami penurunan mulai dari makanan, sandang, transportasi, hingga peralatan rumah tangga.
"Hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia berupa Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) pada triwulan I 2020 tercatat sebesar 118,65, menurun dibanding triwulan IV 2019 sebesar 122,40; mencerminkan optimisme konsumen telah mengalami penurunan. Investor pun terpaksa menunda sejumlah rencana investasinya," kata Soekowardojo Selasa (12/5/2020).
Dia menjelaskan, penanaman modal baik dari asing maupun dalam negeri mengalami penurunan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami peningkatan yang didorong kenaikan belanja pegawai dan belanja sosial yang dilakukan dalam upaya menahan dampak sosial ekonomi lebih lanjut.
"Secara total, ekspor luar negeri juga meningkat ditopang dari sektor migas yang berasal dari hilirisasi migas di Cilacap. Namun, ekspor luar negeri nonmigas yang menjadi andalan Jawa Tengah mengalami penurunan dengan tumbuh -0,70% (yoy). Sejumlah komoditas ekspor yang menurun antara lain barang rajutan, kayu & barang dari kayu, serat, dan mesin-mesin/ peralatan listrik," tuturnya.
Ditinjau berdasarkan lapangan usaha utama, perlambatan pada triwulan I 2020 terjadi pada Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertanian. Penurunan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu olahan, dan alas kaki terjadi akibat penurunan permintaan domestik maupun luar negeri.
"Karantina yang dilakukan sejumlah negara tujuan ekspor Jawa Tengah membuat beberapa permintaan menjadi tertunda. Kinerja industri pengolahan ini selanjutnya berdampak pada lapangan usaha perdagangan," ujarnya.
Sementara itu, lanjutnya sektor perdagangan juga terpengaruh pusat perbelanjaan yang tidak beroperasi dalam jangka waktu tertentu. Sementara, pergeseran musim panen tanaman pangan dan menurunnya luas panen, menjadi penyebab menurunnya kinerja lapangan usaha pertanian.
Lapangan usaha informasi dan komunikasi mencatat pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 2020 yaitu sebesar 11,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong tingginya aktivitas digital dari dalam tempat tinggal masyarakat. Kebutuhan akan hiburan hingga aktivitas belanja daring menjadikan pengeluaran untuk internet mengalami peningkatan yang pesat.
"Namun, mengingat pangsa ekonomi yang tidak terlalu besar, lapangan usaha informasi dan komunikasi hanya menyumbang 0,58% terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2020," tambahnya.
Penyebaran wabah Corona masih akan menjadi risiko utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah ke depan. Pembatasan sosial domestik akan mengurangi pergerakan masyarakat untuk melakukan aktivitas produksi maupun konsumsi. Pelemahan ekonomi global juga akan mempengaruhi kinerja ekspor dari Jawa Tengah.