Bisnis.com, SOLO - Produsen tahu dan tempe Kota Solo tetap melakukan produksi dan tengah berancang-ancang untuk menaikkan harga jual. Kenaikan harga jual akan berlaku apabila harga kedelai tak kunjung turun.
Ketua Primer Kopti Solo, FP Supardjo, menjelaskan Gabungan Kopti Indonesia (Gakoptindo) mendukung langkah Puskopti DKI Jakarta dan Puskopti Jawa Barat untuk mogok produksi selama tiga hari mulai Jumat (1/1/2020).
Puskopti daerah lain menyesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah masing-masing. "Kami tetap melakukan produksi karena terkait ekonomi keluarga. Kalau berhenti produksi mempengaruhi modal," katanya kepada JIBI, Jumat (1/1/2021).
Ia menjelaskan produsen tahu tempe Kota Solo memilih mengurangi takaran kedelai untuk menyiasati harga bahan baku yang naik. Namun, produsen akan menyesuaikan harga pasaran dan mengembalikan ukuran produk mulai Senin (4/1/2021).
Menurut Supardjo, mayoritas Kopti daerah Jawa Tengah masih tetap produksi. Sedangkan sebagian kecil Kopti Jawa Tengah seperti Kebumen, mempertimbangkan ikut mogok selama tiga hari.
Berdasarkan keputusan yang tertuang pada surat edaran No 190/E-Gakoptindo/XII/2020 yang ditandatangani Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syarifuddin, Gakoptindo mendukung upaya Puskopti DKI Jakarta dan Puskopti Jawa Barat untuk mogok produksi. Kemudian mereka akan kompak menaikkan harga tahu dan tempe.
Baca Juga
Puskopti/Kopti daerah dapat menyesuaikan dengan mempertimbangan situasi, kondisi, dan kemampuan di daerah masing-masing.
Gakoptindo juga berkirim surat kepada pemerintah untuk mencari solusi terbaik demi kesejahteraan anggota produsen tahu dan tempe seluruh Indonesia termasuk Solo.
Salah satu pedagang kupat tahu di Kawasan Manahan, Solo, Haryanto, 35, menjelaskan belum merasakan dampak dari kenaikan harga kedelai. Ia mendapatkan pasokan 100 tahu per hari dari salah satu produsen.
"Pernah ada kenaikan harga tahu dua tahun lalu. Biasanya kalau ada kenaikan pemasok langsung bilang. Kalau saya tidak masalah yang penting tahu selalu tersedia," katanya.
Sebelumnya, produsen tahu dan tempe dari Kampung Krajan, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, tetap produksi meski dengan keuntungan yang tipis. Hal itu akibat kenaikan harga kedelai.
Salah satu pengrajin tempa di Krajan, Katiyem, 52, saat ditemui wartawan di rumahnya, RT 001 RW 001 Krajan menjelaskan produksinya sudah turun 50 persen akibat pandemi Covid-19. Kini omzet yang belum pulih harus terhantam lagi dengan kenaikan harga kedelai impor.
Kendati begitu, Katiyem mengaku belum berani menaikkan harga jual tahu-tempenya. Sementara ini ia hanya mengecilkan ukuran produk untuk mengurangi biaya produksi.
"Kami sebisa mungkin bertahan untuk menjaga para pelanggan. Kalau kami mandek. Para pelanggan akan lari. Kalau berhenti produksi nanti kesulitan memulai usaha lagi saat harga kedelai turun," katanya kepada JIBI.