Bisnis.com, SEMARANG - Kondisi deflasi dialami Jawa Tengah dalam empat bulan terakhir. Bahkan, sepanjang tahun 2024 ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Jawa Tengah telah mengalami deflasi hingga lima kali.
"Di bulan Januari, Mei, Juni, Juli, sampai Agustus 2024," jelas Endang Tri Wahyuningsih, Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah pada Senin (2/9/2024).
Jawa Tengah mengalami deflasi secara bulanan atau month-to-month (mtm) di angka 0,07% pada Agustus 2024. Sementara itu, secara tahunan Jawa Tengah sedang mengalami inflasi di angka 1,77% (year-on-year/YoY).
Endang melanjutkan bahwa inflasi tahun kalender pada Agustus 2024 berada di angka 0,59%.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah, Ndari Surjaningsih, menjelaskan bahwa fenomena deflasi tersebut tidak menggambarkan kondisi daya beli masyarakat. Pasalnya, meskipun kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau dilaporkan mengalami penurunan, namun masih ada kelompok pengeluaran lain yang mengalami kenaikan harga.
"Salah satunya tercermin dari komponen Indeks Harga Konsumen (IHK) yaitu kelompok penyediaan jasa makanan dan minuman dan jasa perawatan yang masih mengalami inflasi," jelas Ndari saat ditemui wartawan.
Baca Juga
Adapun fenomena deflasi yang tengah dialami Jawa Tengah itu lebih disebabkan oleh faktor musiman, khususnya pada sektor pertanian. Pada periode tersebut, beberapa komoditas pertanian dilaporkan tengah mengalami musim panen raya sehingga menambah pasokan di pasaran.
"Terutama [komoditas] hortikultura, jadi memang lagi ada pasokan yang lumayan," tambahnya.
Panen raya yang dialami petani bawang merah telah menempatkan komoditas tersebut sebagai penyumbang deflasi terbesar di Jawa Tengah pada Agustus 2024.
Di sisi lain, Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah juga dilaporkan mengalami kenaikan 0,31% dibandingkan Juli 2024. Dimana pendapatan petani pada subsektor tanaman pangan serta perikanan dilaporkan mengalami kenaikan masing-masing 2,38% (mtm) dan 1,76% (mtm).
Lebih lanjut, faktor musiman tersebut tak selamanya mampu memberikan dampak positif bagi laju inflasi di daerah. Komoditas yang saat ini mengalami musim panen raya akan kembali memasuki siklus tanam.
Ndari menjelaskan, pada periode tersebut, ada potensi kenaikan harga dari berkurangnya pasokan di pasaran."Saat pasokannya lebih sedikit dibanding ketika panen, sementara permintaannya sama, di situ ada potensi untuk inflasinya naik. Tetapi ini secara month-to-month ya. Harapannya secara keseluruhan tahun [2024], inflasi tetap bisa tercapai di kisaran 2,5±1% secara tahunan," ucap Ndari.