Bisnis.com, SEMARANG - Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada sektor usaha industri pengolahan di Jawa Tengah dilaporkan mengalami pelemahan. Meskipun secara year-on-year (yoy) masih tumbuh positif di angka 3,83 persen pada kuartal II/2023. Namun dibandingkan periode sebelumnya, laju pertumbuhan terlihat menunjukkan penurunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal I/2023, laju pertumbuhan sektor industri pengolahan berada di angka 4,11 persen (yoy). Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kinerja perdagangan besar dan konstruksi yang laju pertumbuhannya masing-masing mencapai 6,33 persen (yoy) dan 5,66 persen (yoy), lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.
"[Sektor usaha industri manufaktur] ini memang mengalami perlambatan. Kalau dilihat yang melambat terutama di subsektor yang kaitannya dengan perdagangan luar negeri, utamanya tekstil dan produk tekstil (TPT) dan kemudian furnitur dan alas kaki," jelas Ndari Surjaningsih, Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (16/8/2023).
Ndari menjelaskan, industri utama penopang ekspor Jawa Tengah sedang diguncang akibat menurunnya permintaan dari pasar luar negeri. Perlambatan ekonomi di tingkat global serta kebijakan moneter di negara utama tujuan ekspor menjadi faktor penyebab anjloknya kinerja manufaktur di Jawa Tengah.
"Ketika investasi di kawasan industri sudah beroperasi, tentunya ini akan menambah output di sektor industri pengolahan. Kami harapkan, ekonomi dunia ke depan makin membaik prospeknya," jelas Ndari.
Di Jawa Tengah sendiri, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat investasi pada sektor tekstil dan garmen telah banyak masuk di Kabupaten Jepara serta Kabupaten Brebes. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah juga mencatat tren investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Kabupaten Kendal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Jepara, serta Kabupaten Kudus.
Baca Juga
Lebih lanjut, proses konstruksi yang dilakukan enam tenant di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) di lahan Fase I seluas 450 hektare ditargetkan bisa rampung pada kuartal II/2024 mendatang. "Ini kami proyeksikan ada sekitar 3.000-4.000 pekerja [yang akan diserap]," jelas Direktur Utama KITB, Ngurah Wirawan, saat ditemui Bisnis pada Juli lalu.